Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Headline

Reportase Simposium Internasional, ditulis oleh Armiatin SE, MPH

Symposium on Research, Policy & Action to Reduce the Burden of Non-Communicable Diseases, telah diselenggarakan pada Kamis (26/09/2013) di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kegiatan ini diikuti oleh kurang lebih 200 peserta dari kalangan mahasiswa dan profesional di Indonesia maupun luar negeri. Acara dibuka secara resmi oleh Dekan FK UGM, Prof . Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp.B (K) Onk. Berikut reportase acara tersebut.

Sesi 1: NCDs, Health and Development agenda

Tema yang diangkat pada sesi pertama Simposium Internasional tentang Penelitian Kebijakan, dan aksi pengurangan penyakit tidak menular ini adalah NCDs, Health and Development. Sesi ini menghadirkan dua pemateri yaitu dr. Yodi Mahendradhata, MSc, PhD dan Dr. drg. Theresia Ronny Andayani, MPH. Presentasi pertama disampaikan oleh dr. Yodi Mahendradhata, MSc, PhD yang menyoroti tentang masih banyaknya masalah-masalah yang dihadapi oleh dunia, adanya pembangunan Millennium Development Goals 4 dan 5 juga tidak cukup mengatasi berbagai masalah lapangan kerja yang produktif, kekerasan terhadap perempuan, perlindungan sosial, ketimpangan, penyingkiran sosial, keanekaragaman hayati, malnutrisi dan peningkatan penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi dan kompleksitas yang berkaitan dengan dinamika demografi, perdamaian dan keamanan, pemerintahan, supremasi hukum dan hak asasi manusia. Terkait hal tersebut terdapat empat dimensi pembangunan berkelanjutan yang direncanakan untuk kedepannya yaitu pembangunan nasional, inklusi sosial, kelestarian lingkungan dan pemerintahan yang baik.

Pemaparan kedua disampaikan oleh Dr. drg. Theresia Ronny Andayani, MPH, Menurutnya ada banyak agenda-agenda kedepan yang akan di kerjakan di Indonesia. Muncul delapan fokus prioritas nasional untuk kesehatan yaitu 1) meningkatkan kesehatan ibu dan keluarga, 2) perbaikan gizi, 3) CD dan NCD kontrol, kesehatan lingkungan, 4) meningkatkan tersedianya, keterjangkauan, keamanan, kualitas, makanan dan obat, 5) Jamkesmas, 6) pengembangan, bencana dan krisis manajemen komunitas, dan 7) meningkatkan layanan kesehatan primer, sekunder dan tersier. Dari kedelapan fokus prioritas tersebut pengurangan penyakit tidak menular masuk dalam prioritas ketiga, menurut data Riskesdas penyakit tidak menular di Indonesia masih tinggi. Stroke masih menjadi penyebab utama kematian di Sumatera dan Jawa. Indonesia merupakan salah satu negara pertama yang telah membuat perencanaan untuk prioritas tersebut. Pernyataan Dr. drg. Theresia Ronny Andayani, MPH ini disambut meriah oleh peserta yang hadir dengan tepuk tangan.

Sesi 2: Hubungan Perubahan Iklim dengan Penyakit Tidak Menular

Sesi kedua, pembahasan lebih banyak tentang hubungan dan dampak perubahan cuaca terhadap penyakit tidak menular. Secara signifikan penyakit tidak menular meningkat seiring peningkatan temperatur suhu bumi. Perubahan iklim juga menyebabkan banyaknya korban dan kematian akibat bencana. Begitu juga dengan upaya pencegahan perubahan iklim pada sektor lain memperlihatkan penurunan angka penyakit tidak menular.

Prof. Dr. Rainer Sauerborn dari Universitas Heildelberg, Jerman memaparkan secara jelas bagaimana perubahan cuaca berhubungan dengan penyakit tidak menular. Hal ini merupakan tantangan dari penelitian dan kebijakan kesehatan karena perubahan apapun yang terjadi untuk menangani perubahan iklim akan berdampak bagi sektor kesehatan.

Kasus penyakit yang berhubungan dengan dampak perubahan iklim di Indonesia dipaparkan oleh Prof. Dr. Hari Kusnanto dari Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas Gadjah Mada. Contohnya, peningkatan permukaan suhu laut berdampak pada kehidupan nelayan dan keluarganya. Begitu juga dengan kekeringan yang terjadi akhir-akhir ini berdampak pada meningkatnya penyakit tidak menular dan kasus kurang gizi.

Sesi 3: Strategi Sektor Kesehatan untuk Mencegah dan mengendalikan Non-Communicable Diseases (NCD)

Sesi ini di awali oleh permainan Piano Prof. Dr Rainer Sauerborn. Peserta sangat terhibur dengan adanya permainan piano tersebut. Setelah itu acara dilanjutkan kembali, pada sesi ini ada 2 pembahas yaitu Dr. dr. Hernani Djarir, MPH dan dr. Prima Yosephine , kedua pembahas ini menyoroti Strategi Strategi Sektor Kesehatan untuk Mencegah dan mengendalikan Non-Communicable Diseases (NCD).

Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena NCD (63 % dari seluruh kematian) dan hampir setengah (14 juta) kematian NCD terjadi sebelum usia 70 tahun. Penyebab kematian terbesar NCD adalah kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis dan diabetes yang hampir 80 % kematian NCD ini terjadi di Negara berpenghasilan rendah dan menengah dan sebagian besar bisa dicegah. Dampak negative dari epidemic NCD ini ternyata menimbulkan dampak yang serius bagi kehidupan masyarakat seperti mengurangi produktivitas dan berkontribusi terhadap kemiskinan. Sehingga NCD menciptakan beban yang cukup signifikan terhadap system kesehatan dan beban ekonomi pada suatu Negara.

Tiga pilar strategi Dunia untuk mencegah dan mengendalikan NCD adalah dengan surveillance (melakukan pemetaan epidemic dari NCD), prevention (mengurangi tingkat paparan faktor risiko) dan management (memperkuat pelayanan kesehatan untuk penderita NCD). Lalu bagaimana strategi Indonesia mencegah dan mengendalikan NCD?

Tantangan dalam mencegah dan mengendalikan NCD di Indonesia adalah (1) kesenjangan layanan (upaya untuk mengontrol NCD belum difokuskan dan masih terfragmentasi, terbatasnya akses di daerah pedesaan dan masyarakat miskin); (2) kesenjangan system kesehatan (alokasi anggaran kesehatan yang terbatas, tidak tepat waktu, tidak proposional dan tenaga kesehatan yang tidak memadai, terlatih dan tidak cukup diberdayakan); dan (3) Kesenjangan kebijakan (sector program yang distorsi (tidak efisien) dan berlebihan; pemerintah daerah yang belum berorietasi pada skala prioritas (seperti MDGs) berdasarkan rencana anggaran).

Kebijakan kesehatan yang telah dibuat Pemerintah Indonesia sebagai salah satu cara mencegah dan mengendalikan NCD meliputi

  1. PP No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan
  2. Permenkes No 28 Tahun 2013 tentang pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau
  3. Permenkes No 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman informasi kandungan gula, garam dan lemak serta pesan kesehatan untuk pangan olahan dan pangan siap saji guna menekan konsumen dari penyakit tidak menular

Indonesia melakukan pencegahan dan pengendalian NCD dengan multi sektoral yaitu (1) mengurangi factor risiko yang dimodifikasi melalui intervensi yang cost-effective; (2) mengembangkan dan memperkuat kegiatan pelayanan kesehatan berbasis masyarakat untuk meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian factor risiko NCD. Program NCD yang dilakukan seperti (1) promosi kesehatan melalui pos pembinaan terpadu pada masyarakat yaitu menjelaskan perilaku hidup sehat (tidak merokok, makan makanan yang sehat, melakukan aktivitas yang sehat); (2) pengendalian terpadu pada factor risiko NCD (hipertensi, perokok, obesitas) melalui dokter keluarga dan puskesmas; (3) rehabilitasi pada kasus NCD melalui home care, monitoring & controlling.

Kesimpulannya untuk melawan NCD perlu tindakan yang cepat dan kepemimpinan yang kuat di tingkat global, regional dan nasional.

Sesi 4: Peningkatan Tanggung jawab Sistem Kesehatan terhadap Penyakit Tidak Menular

Sesi terakhir ini mengalir dalam pembahasan mengenai respon sistem kesehatan menangani ancaman penyakit tidak menular. Dimoderatori langsung oleh Prof. Laksono Trisnantoro, diskusi tentang penilaian Dr.Krishna Hort (Nossal Institute, Universitas Melbourne, Australia) terhadap sistem kesehatan Indonesia langsung dikomentari oleh Dr. Soewarta A Kosendari perwakilan Kementerian Kesehatan.

Dampak peningkatan penyakit tidak menular akan memperbanyak kerja enam komponen sistem kesehatan. Misalnya, pembiayaan kesehatan akan meningkat dengan berulangnya pengobatan penyakit tidak menular. Selain itu mampukah pelayanan kesehatan dan sumberdaya kesehatan kita dalam menyikapi penyakit tidak menular yang penanganannya berbeda dengan penyakit menular. Misalnya, masih sulitnya tenaga kesehatan dalam menentukan penyebab dari penyakit tidak menular.

Dalam presentasinya, Dr. Krisna Hort menunjukkan tools untuk mengukur kesiapan sistem kesehatan suatu negara menghadapi penyakit tidak menular. Bangladesh dan Fiji menjadi negara yang telah dinilai dan hasilnya mereka masih pada fase kedua yang baru menapaki masa pelaksanaan. Bagaimana dengan Indonesia? Selengkapnya silahkan simak materi Dr. Krisna Hort dan tanggapan mengenai penelaian tersebut simak pada materi Dr. Soewarta A. Kosen.

materi acara bisa di Klik disini

Oleh: Hanevi Djasri, dr, MARS

Pendahuluan: Antara Desentralisasi, Standar Pelayanan Minimal, dan Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

Undang-undang tentang pemerintahan daerah menetapkan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan wajib diwilayahnya, lebih lanjut ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan kepada daerah, salah satu urusan wajib tersebut adalah pelayanan kesehatan .

Untuk menjamin bahwa pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan jenis dan mutu yang diharapkan masyarakat , maka pemerintah pusat berdasarkan kewenangannya telah menetapkan pedoman standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah . SPM bidang kesehatan terdiri dari 26 jenis pelayanan dengan 54 indikator mutu yang masing-masing ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2010. Dari sekian banyak indikator, belum terdapat indikator mutu bagi pelayanan kesehatan penyakit tidak menular.

Namun demikian Indonesia menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah perubahan pola penyakit (epidemiological transition) dimana jumlah penderita penyakit tidak menular semakin meningkat . Tabel berikut menggambarkan trend peningkatan persentase kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia.

art-23sep-7

Berdasarkan data tersebut maka terlihat pentingnya agar pelayanan pengendalian penyakit tidak menular dimasukkan menjadi salah satu SPM bidang kesehatan sebagai bagian dari urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Pelayanan pengendalian penyakit menular dapat dikelompokkan menjadi berbagai upaya pengendalian penyakit, yaitu untuk: Penyakit jantung dan pembuluh darah, Gangguan kecelakaan dan cedera, Penyakit diabetes melitus, Penyakit kanker, dan Penyakit kronis dan degeneratif.

Tabel berikut ini menunjukkan dasar dari pengelompokkan tersebut dan menjelaskan mengapa penyusunan SPM sebagai bagian dari rencana pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah diprioritaskan untuk diselesaikan pertamakali.

art-23sep-8

Penyakit

Jumlah penderita (2004-2005)

Jumlah kematian (2004-2005)

Hipertensi esensial (primer)

                     64.415

                    34.930

Penyakit jantung iskemik (termasuk MCI)

                     48.670

                    33.071

Penyakit jantung lainnya

                     25.703

                    20.223

Penyakit hipertensi lainnya

                     24.081

                    13.780

Gagal jantung

                     19.395

                    14.588

Gangguan hantaran dan aritmia jantung

                       7.461

                      6.178

Penyakit Jantung reumatik kronik

                       3.940

                      2.503

Kardiomiopati

                       1.812

                      1.509

Demam reumatik

                       1.391

                         954

Emboli paru

                          604

                         502

Dokumen ini adalah draf Standar Pelayanan Minimal Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang pernah disusun oleh Sub-Direktorat Pengendalian Jantung dan Pembuluh Darah, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan Pusat Manajemen Kesehatan FKUGM pada tahun 2007.

Maksud Dan Tujuan

Penyusunan dokumen ini dimaksudkan untuk:

  1. Menjelaskan latar belakang diusulkannya/ditetapkannya SPM Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah sebagai bagian dari SPM Bidang Kesehatan
  2. Menjelaskan jenis pelayanan dalam pengendalian penyakit tidak menular yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah
  3. Menjelaskan indikator mutu pelayanan bagi setiap jenis pelayanan dalam pengendalian penyakit tidak menular yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah
  4. Menjelaskan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dan stakeholder kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa jenis pelayanan tersebut dapat disediakan dengan mutu yang telah ditetapkan.

Dokumen ini juga bertujuan untuk:

  1. Membangun komitmen Nasional untuk mengendalikan penyakit jantung dan pembuluh darah
  2. Menjadi pedoman pemerintah daerah dalam menyusun kegiatan dan anggaran pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah

Jenis Pelayanan Minimal

Jenis pelayanan dalam bidang pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya adalah:

  1. Pengendalian penyakit jantung koroner
  2. Pengendalian penyakit hipertensi

Jenis pelayanan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis dan diskusi data epidemiologi penyakit jantung dan pembuluh darah.

Berdasarkan jenisnya maka sebenarnya pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah dapat terdiri dari pengendalian:

  • Penyakit jantung koroner
  • Penyakit pembuluh darah otak
  • Penyakit jantung hipertensi
  • Penyakit pembuluh darah perifer
  • Penyakit gagal jantung
  • Penyakit jantung rematik
  • Penyakit jantung bawaan
  • Penyakit kardiomiopati
  • Penyakit jantung katub

Namun demikian tidak seluruh pengendalian jenis penyakit tersebut ditetapkan sebagai SPM, perlu ada prioritas berdasarkan beban dan dampak penyakit tersebut di Indonesia. Kedua tabel dibawah ini menjelaskan posisi dan peningkatan jumlah penyakit-penyakit tersebut pada tahun 2005.

10 Peringkat Utama Penyakit Sistem Sirkulasi Darah RS di Indonesia
Rawat Jalan Tahun 2005

No.

Golongan Sebab Sakit

 Jumlah Pasien Baru

 Jml Kunjungan

 LK

 PR

 Jumlah

1

Hipertensi esensial (primer)

609

717

1326

5701

2

Penyakit jantung lainnya

139

128

267

2718

3

Penyakit jantung iskemik lainnya

125

81

206

1032

4

Penyakit hipertensi lainnya

148

145

293

845

5

Strok tak menyebut perdarahan atau infark

141

105

246

686

6

Gagal jantung

127

85

212

568

7

Hemoroid/Wasir

81

73

154

248

8

Penyakit sistem sirkulasi lainnya

57

74

131

207

9

Penyakit serebrovaskular lainnya

13

12

25

191

10

Penyakit arteri arteriol dan kapiler lainnya

28

29

57

181

Sumber : SP2RS, Ditjen Yanmedik Depkes tahun 2005

10 Peringkat Utama Penyakit Sistem Sirkulasi RS di Indonesia
Rawat Inap Tahun 2005

No.

Golongan Sebab Sakit

Pasien Keluar

Pasien Mati

LK

PR

Jumlah

1

Strok tak menyebut perdarahan atau infark

9295

7707

17002

2752

2

Perdarahan intrakranial

3238

2552

5790

1976

3

Penyakit jantung lainnya

5782

5339

11121

1713

4

Hipertensi esensial (primer)

8376

10674

19050

1176

5

Gagal jantung

4000

3030

7030

909

6

Penyakit serebrovaskular lainnya

2712

2183

4895

888

7

Penyakit jantung iskemik lainnya

9108

5345

14453

827

8

Infark miokard akut

3935

1338

5273

721

9

Infark serebral

2846

2329

5175

581

10

Gangguan hantaran dan aritmia jantung

1522

1716

3238

339

Sumber : SP2RS, Ditjen Yanmedik Depkes tahun 2005

Berdasarkan data tersebut, maka dicapai kesepakatan bahwa jenis pelayanan dalam upaya pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib disediakan pemerintah daerah adalah:

  1. Pengendalian penyakit jantung koroner
  2. Pengendalian penyakit hipertensi

Indikator Mutu

Indikator mutu pengendalian penyakit jantung koroner dan pengendalian penyakit hipertensi adalah:

  1. Angka kematian akibat penyakit jantung koroner kurang dari 100 per 100.000 penduduk
  2. Angka kematian akibat stroke kurang dari 60 per 100.000 penduduk

Untuk dapat menilai sejauh mana mutu pelayanan bagi kedua jenis pelayanan tersebut maka ditetapkan indikator mutu pelayanan. Indikator mutu harus mempunyai tujuan yang jelas dan dapat menunjukkan akuntabilitas pelayanan. Diharapkan bahwa indikator mutu dapat memberikan penilaian apakah pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan standar/pedoman yang berlaku, memberikan tanda adanya masalah untuk melakukan perbaikan, menilai keberhasilan, menunjukan adanya peluang perbaikan hingga dapat menilai dampak dari suatu intervensi perbaikan.

Lebih lanjut indikator mutu juga dapat digunakan untuk menilai kinerja mutu antar daerah yang satu dengan yang lain melalui proses kajibanding (benchmarking) sehingga area-area untuk melakukan perbaikan dapat dikenali oleh masing-masing daerah yang berpartisipasi. Pemilihan indikator juga berdasarkan indikator yang spesifik, dapat diukur, dapat menunjukkan beberapa dimensi mutu, valid dan memiliki daya ungkit yang besar.

Penetapan target indikator mengikuti prinsip SMART, salah satu data yang menjadi acuan untuk penetapan target adalah data tentang angka kematian akibat penyakit jantung dan stroke di Indonesia pada tahun 2002 sebagaimana tabel dibawah ini.

Jumlah penduduk

Penyebab kematian tahun 2002 di Indonesia

Penyakit Jantung

Stroke

217.131 Juta

220.372

100 per 100.000 penduduk

123.684

60 per 100.000 penduduk

Sumber: www.who.org 

Atas dasar tersebut maka ditetapkan indikator mutu untuk pengendalian penyakit jantung dan pengendalian penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:

  1. Angka kematian akibat penyakit jantung koroner kurang dari 100 per 100.000 penduduk
  2. Angka kematian akibat stroke kurang dari 60 per 100.000 penduduk

Lebih lanjut kedua indikator mutu tersebut dijabarkan secara lebih detail sebagaimana kedua tabel dibawah ini:

Judul Indikator

Angka kematian akibat penyakit jantung koroner

Dimensi Mutu

Keselamatan, efektifitas, efisiensi, kepatutan

Tujuan Indikator

Menunjukan efektifitas dari upaya promosi, pencegahan dan pengobatan dari penyakit jantung koroner

Rasionalisasi

Kematian merupakan bentuk dampak yang paling tidak diharapkan dari upaya pengendalian penyakit jantung koroner, kematian ini dapat dicegah melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

Definisi terminologi yang digunakan

Kematian akibat penyakit jantung koroner adalah kematian dengan penyebab utama sesuai dengan kode ICD X (......... dan .........)

Frekuensi updating data

Tiap 3 bulan

Periode dilakukan analisis

Tiap 12 bulan

Numerator

Jumlah kematian akibat penyakit jantung koroner

Denominator

Jumlah penduduk

Sumber data numerator dan denominator

Laporan kematian di Puskesmas dan Laporan kematian di Rumahsakit, BPS untuk jumlah penduduk

Target

<  100/100.000 penduduk

Penanggung jawab pengumpul data

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

 

Judul Indikator

Angka kematian akibat stroke

Dimensi Mutu

Keselamatan, efetktifitas, efisiensi, kepatutan

Tujuan Indikator

Menunjukan efektifitas dari upaya promosi, pencegahan dan pengobatan dari penyakit hipertensi

Rasionalisasi

Kematian merupakan bentuk dampak yang paling tidak diharapkan dari upaya pengendalian penyakit hipertensi, kematian ini dapat dicegah melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

Definisi terminologi yang digunakan

Kematian akibat stroke adalah kematian dengan penyebab utama sesuai dengan kode ICD X (......... dan .........)

Frekuensi updating data

Tiap 3 bulan

Periode dilakukan analisis

Tiap 3 bulan

Numerator

Jumlah kematian akibat stroke

Denominator

Jumlah penduduk

Sumber data numerator dan denominator

Sensus .....

Target

<  60/100.000 penduduk

Penanggung jawab pengumpul data

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Tindak Lanjut: Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi

Untuk mencapai kinerja mutu kedua jenis pelayanan tersebut maka diperlukan pendoman pengendalian penyakit jantung koroner dan hipertensi. Pedoman ini secara umum mengacu kepada pedoman pengendalian penyakit tidak menular . Terdiri dari:

  1. Pedoman surveilans
  2. Pedoman promosi dan pencegahan
  3. Pedoman manajemen pelayanan

Masing-masing dijabarkan dalam bentuk kebijakan, strategi, pokok-pokok kegiatan, indikator keberhasilan kegiatan (dapat berupa indikator input, proses dan output) serta cara mengukur indikator.

Pedoman Surveilans Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah

KEBIJAKAN

STRATEGI

POKOK KEGIATAN

INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN

Terdiri dari surveilans faktor risiko penyakit dan registrasi kematian.

Dilakukan dengan memanfaatkan sistem yang sudah ada misalnya Susenas, SKRT, SDKI dan Sukerti (Survei Kesehatan Rumah Tangga Indonesia)

Pengembangan jejaring kerja antar institusi penyelenggara surveilans.

Pelembagaan dan pengembangan kapasitas surveilans PJK dan Hipertensi pada berbagai tingkatan.

Penerapan standardisasi penyelenggaraan surveilans faktor risiko, surveilans penyakit, registri kematian.

Advokasi kepada pengambil keputusan  di pemerintahan maupun pada masyarakat yang perduli dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.

Fasilitasi berfungsinya jaringan kerjasama antar instusi penyelenggara survailans dan berbagai pihak yang terlibat di bidang penanggulangan PJK dan Hipertensi.

Fasilitasi  pelembagaan dan pengembangan kapasitas survailans PJK dan Hipertensi di tingkat nasional dan daerah, pemerintah, profesi, lembaga swadaya dan swasta.

Advokasi kepada penyandang dana agar memberi dukungan pembiayaan jangka panjang bagi kegiatan survailans faktor risiko dan penanggulangan PJK dan Hipertensi.

Penyelenggaraan survailans faktor risiko sesuai dengan standar nasional.

Penyelenggaraan survailans morbiditas dan mortalitas PJK dan Hipertensi yang terintegrasi dengan survailans penyakit tidak menular lainnya, menggunakan sistem registrasi terpadu yang terstandarisasi di berbagai unit layanan kesehatan.

Mengikuti bimbingan dan bantuan teknis pelatihan survailans faktor risiko PJK dan Hipertensi bagi institusi di berbagai tingkat.

  1. Terbentuknya jaringan kerja yang berfungsi dalam surveilans faktor risiko, penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi di daerah
  2. Tersedianya metodeinstrumen standar untuk surveilans faktor risiko penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi.
  3. Terbentuknya unit yang bertanggung jawabsurveilans PJK dan Hipertensi di daerah.
  4. Tersedianya informasi faktor risiko, angka kesakitan, angka kecacatan dan angka kematian akibat PJK dan Hipertensi.

Pedoman Promosi dan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah

KEBIJAKAN

STRATEGI

POKOK KEGIATAN

INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN

Memfasilitasi diterbitkannya kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi.

Di lakukan melalui pengembangan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta.

Merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam semua pelayanan kesehatan yang terkait dengan penanggulangan PJK dan Hipertensi.

Didukung oleh tenaga profesional  melalui peningkatan kemampuan secara  terus menerus

Menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan masalah, potensi, dan sosial budaya untuk meningkatkan efektifitas intervensi yang dilakukan

Advokasi kepada pengambil keputusan baik dalam pemerintahan maupun masyarakat yang peduli terhadap pengendalian PJK dan Hipertensi.

Bina suasana.

Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan.

Membentuk dan melakukan pembinaan dan fasilitasi terhadap kelompok masyarakat yang peduli terhadap PJK dan Hipertensi.

Memfasilitasi diterbitkannya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi (seperti upaya-upaya tentang larangan merokok, atau penyediaan tempat-tempat khusus bagi perokok sehingga tidak mencemari lingkungan).

Menjalin kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta.

Menjadi daerah percontohan dengan tujuan mendorong kemandirian masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi PJK dan Hipertensi, melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Jantung Sehat (KMPJS).

Mendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk melakukan pemeriksaan faktor risiko secara berkala

  1. Adanya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pengendalian PJK dan Hipertensi.
  2. Menurunnya faktor risiko penyebab kejadian PJK dan Hipertensi.
  3. Meningkatnya kualitas dan kuantitas kemampuan tenaga dalam melakukan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi.
  4. Terbentuknya kemitraan dalam pemberdayaan

Pedoman Manajemen Pelayanan Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah

KEBIJAKAN

STRATEGI

POKOK KEGIATAN

INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN

Meningkatkan kemampuan upaya menanggulangi kasus PJK dan Hipertensi melalui pemenuhan kebutuhan sumber daya dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di semua jenjang pelayanan.

Meningkatkan kemampuan deteksi dini dan pengobatan untuk pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi di tingkat pelayanan dasar

Meningkatkan upaya penanggulangan PJK dan Hipertensi dengan mengacu pada standar dan pedoman pelayanan nasional

Menjalin kerja sama dalam pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi antar institusi pelayanan

Mengintergrasikan kegiatan promosi dan pencegahan PJK dan Hipertensi dalam pelayanan kesehatan di setiap institusi pelayanan.

Peningkatan kompetensi pelayanan dalam deteksi dini dan penatalaksanaan.

Melakukan efisiensi penggunaan teknologi canggih 

Pengembangan program dan penerapan standar pelayanan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi

Standarisasi pencatatan dan pelaporan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.

Penerapan standar dan pedoman pelayanan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi pada semua tingkat pelayanan.

Peningkatan penapisan teknologi diagnostik dan terapi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi

Penyediaan obat-obatan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.

Pengembangan kerja sama dengan institusi pendidikan yang terkait dengan pengendalian PJK dan Hipertensi.

Pengembangan pelayanan PJK dan Hipertensi berbasis komunitas/ kunjungan rumah bagi kasus kronis dan terminal.

Integrasi Kegiatan promosi dan pencegahan dalam pelayanan PJK dan Hipertensi di sarana pelayanan.

  1. Penerapan standar dan pedoman penemuan dan tata laksana kasus.
  2. Meningkatnya pelatihan berbasis kompetensi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.
  3. Tersedianya obat-obatan dan terapi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.
  4. Terintegrasinya pelaksanaan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi.
  5. Terbentuknya jaringan kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan, organisasi profesi dan masyarakat di bidang pelayanan PJK dan Hipertensi.
  6. Tersedianya pelayanan PJK dan Hipertensi berbasis masyarakat.

Formulir verifikasi pencapaian indikator kegiatan

Indikator Keberhasilan Kegiatan untuk mencapai SPM Pengendalian Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi

Verifikasi pencapaian indikator

1. Terbentuknya jaringan kerja yang berfungsi dalam surveilans faktor risiko, penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi di daerah (input)

   Ada daftar instalasi/sarana kesehatan yang setuju untuk terlibat dan berfungsi sebagai bagian dari jejaringan kerja

   Ada laporan kegiatan

2. Tersedianya metodeinstrumen standar untuk surveilans faktor risiko penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi (input)

   Ada standar metode dan instrumen surveilans PJK dan hipertensi

3. Terbentuknya unit yang bertanggung jawabsurveilans PJK dan Hipertensi di daerah (input)

   Ada unit surveilans PJK dan hipertensi

4. Tersedianya informasi faktor risiko, angka kesakitan, angka kecacatan dan angka kematian akibat PJK dan Hipertensi (input)

   Adanya data jumlah perokok

   Ada data jumlah penderita Obesitas

   Ada data jumlah penderita Hipertensi...

   Adanya data jumlah penderita PJK

   Ada data jumlah penderita Hipertensi

   Adanya data jumlah kecacatan akibat penyakit PJK atau Hipertensi

5. Adanya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pengendalian PJK dan Hipertensi (input)

   Ada Perda Kesehatan yang terkait dengan pengendalian PJK dan hipertensi (misalnya Perda larangan merokok ditempat umum)

6. Menurunnya faktor risiko penyebab kejadian PJK dan Hipertensi (output)

Persentase penurunan penyandang faktor resiko

   Merokok

   Obesitas

   dsb

7. Meningkatnya kualitas dan kuantitas kemampuan tenaga dalam melakukan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi (output)

   Jumlah tenaga yang telah terlatih dalam pengendalaian PJK koroner dan penyakit hipertensi

8. Terbentuknya kemitraan dalam pemberdayaan masyarakat (output)

   Terbentuknya LSM yang bergerak dalam pengendalian PJK dan hipertensi

9. Penerapan standar dan pedoman penemuan dan tata laksana kasus (proses)

   Persentase standar dan pedoman yang dapat diterapkan berdasarkan self assessment

10. Meningkatnya pelatihan berbasis kompetensi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi (proses)

   Jumlah pelatihan yang diadakan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian PJK dan hipertensi

11. Tersedianya obat-obatan dan terapi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi (input)

   Persentase kelengkapan jenis dan jumlah obat-obatan

12. Terintegrasinya pelaksanaan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi (proses)

   Jumlah kegiatan promosi pencegahan PJK dan hipertensi

13. Terbentuknya jaringan kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan, organisasi profesi dan masyarakat di bidang pelayanan PJK dan Hipertensi (input)

   Jumlah institusi pendidikan, organisasi profesi dan LSM yang terlibat dalam jaringan kerja sama

14. Tersedianya pelayanan PJK dan Hipertensi berbasis masyarakat (input)

   Persentase Puskesmas yang menyediakan pelayanan PJK dan hipertensi

Rencana Pertemuan Nasional, disusun oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

Pengantar

Pada akhir bulan September 2013, keluar sebuah berita yang mengejutkan: SDKI 2012 memberikan hasil angka kematian ibu (AKI) mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Dalam hal ini, meningkatnya AKI ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana diketahui, target MDGs adalah 108 per 100 ribu pada 2015. Angka ini memang kontroversial. Di pemerintahan sendiri ada yang menolak, namun juga ada yang menerima.

Di luar kontroversi data ini, salah satu hal penting adalah bagaimana kita mensikapi permasalahan ini. Dengan menggunakan data kematian absolut, di berbagai propinsi memang terjadi kenaikan jumlah kematian ibu. Hal ini yang perlu dibahas. Mengapa terjadi peningkatan kematian ibu? Apakah kebijakan penanganan sudah tepat? Apakah strategi pelaksanaan kebijakan sudah baik di lapangan?

Respon

Peningkatan kematian ibu sudah diduga sejak lima tahun yang lalu. Pada tahun 2009, kelompok studi MDGs di Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM memprediksi bahwa ada kemungkinan terjadi stagnasi dan bahkan pemburukan situasi. Dilakukan analisis kebijakan KIA. Hasil analisis kebijakan menunjukkan bahwa ada ketidak logisan dalam kebijakan KIA. Berbasis analisis ini, sejak tahun 2009, PKMK FK UGM melakukan berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan yang tujuan utamanya untuk langsung memberikan dampak pada kematian ibu dan bayi.

Kegiatan-kegiatan tersebut adalah: Riset Operasional mengenai Sister Hospital dalam kerangka Revolusi KIA NTT untuk meningkatkan kemampuan PONEK RS, dukungan terhadap PONED Puskesmas, pengembangan SDM KIA di NTT, sampai penyusunan manual rujukan kesehatan ibu dan anak. Kegiatan ini bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi NTT, Kemenkes, dan AusAId dalam program AIPMNH. Kematian Ibu secara absolut di NTT menurun. Pada tahun 2010: 252, tahun 2011: 208, dan tahun 2012: 172. Jika angka absolut diubah menjadi rates, akan menjadi: 288 (tahun 2010), 222, dan 177 (tahun 2011). Sumber data Bidang Kesmas Dinkes NTT.

Sejak tahun 2011 dilakukan kerjasama dengan pemerintah Propinsi DIY dan Kementerian Kesehatan untuk penurunan kematian ibu dengan menggunakan pendekatan surveilans-respon kematian ibu-bayi dan penyusunan manual rujukan. Kegiatan dilakukan karena data absolut menunjukkan peningkatan (tahun 2009: 36 kematian menjadi 56 di tahun 2011). Setelah hampir dua tahun DinKes Porpinsi dan Kabupaten/Kota melakukan kegiatan dengan penekanan pada surveilans kematian dan respon ketat, ada perubahan yang tercatat. Pada tahun 2012, kematian ibu jumlahnya 41, dan pada tahun 2013 (sampai bulan September) adalah 26. Sumber data: Dinas Kesehatan Propinsi DIY.

Pengembangan di Papua dilakukan bekerjasama dengan UNICEF untuk Perencanaan Berbasis Bukti dan USAID untuk peningkatan kinerja Puskesmas. Kegiatan ini masih berupa pengembangan input dan infrastruktur untuk kesehatan ibu dan anak melalui perencanaan dan prinsip peningkatan kinerja. Dimulai sejak tahun 2012. Kegiatan ini belum banyak dihubungkan dengan penurunan atau peningkatan kematian.

Setelah 4 tahun melakukan kegiatan operasional di NTT dan DIY serta Papua, PKMK FK UGM mengambil berbagai kesimpulan yang dirangkum dalam usulan Paket Kebijakan untuk mengurangi kematian ibu dan bayi dalam usaha menuju ke perbaikan pencapaian MDGs. Paket kebijakan mencerminkan berbagai kondisi daerah dimana DIY mewakili daerah maju, NTT daerah sulit, dan Papua merupakan daerah yang sangat sulit. Inti paket kebijakan adalah mengacu pada integrasi hulu dan hilir (preventif dan kuratif), penggunaan data absolut agar secara real time terjadi perubahan sikap dan "peningkatan adrenalin" untuk usaha penurunan kematian, perbaikan sistem rujukan dan mutu pelayanan klinik, dan dukungan seluruh pihak untuk intervensi kebijakan yang multi disiplin.

Menatap Ke Depan

Dalam konteks situasi pemburukan ini, PKMK FK UGM mengajak pemerintah pusat (Bappenas, Kemenkes, DPR Komisi Kesehatan, Menko Kesra), Pemerintah propinsi dan kabupaten, LSM-LSM kesehatan, Asosiasi Rumahsakit dan Dinas Kesehatan, ikatan profesi, serta para akademisi, peneliti, dan konsultan untuk berfikir ulang mengenai strategi kebijakan MDGs. Perlu ada perbaikan kebijakan dan perubahan strategi untuk mengurangi kematian ibu dan bayi. Perdebatan mengenai metode pengukuran kematian ibu sebaiknya jangan sampai berlarut-larut. Saat nya bangsa Indonesia menatap ke depan dengan mempelajari masa lalu dan masa kini.

Oleh karena itu diharapkan ada pengkajian kritis Paket Kebijakan FK UGM ini melalui pertemuan dan diskusi di website yang dapat memberikan penyegaran pada program MDGs yang memasuki masa final di tahun 2014-2015 mendatang. Diharapkan pada masa-masa final ini akan terjadi perubahan strategi secara nasional sehingga di tahun 2014 dan 2015 dapat terjadi perbaikan di Indonesia. Detail pertemuan adalah sebagai berikut:

Kegiatan:

Seminar mengenai Rekomendasi Kebijakan untuk pengurangan MDG. Sekaligus meresmikan website khusus KIA untuk penurunan kematian ibu dan bayi: www.kesehatan-ibuanak.net 

Tujuan:

  1. Menyajikan Rekomendasi Kebijakan pengurangan kematian ibu dan bayi untuk kegiatan di Kabupatan, Propinsi, dan Nasional.
  2. Rekomendasi kebijakan ini mencakup kebijakan hulu dan hilir.
  3. Mengembangkan pemahaman mengenai peran, posisi dan kemampuan Technical Assistace/Konsultan untuk penurunan kematian ibu dan bayi di perguruan tinggi.
  4. Mengembangkan berbagai pola pengembangan melalui penggunaan web sites dan teknologi telematika untuk pengurangan kematian ibu dan bayi

Peserta dan Informasi lanjut:

Untuk membahas kematian ibu yang meningkat dilakukan diskusi on-line secara sistematis. Mulai minggu ini diskusi di miling list desentralisasi kesehatan disusun dengan lebih sistematis . Tujuan penyusunan diskusi ini agar ada hasil berupa aplikasi strategi baru di lapangan. Silahkan klik lebih lanjut untuk mengikuti diskusi tersebut Klik Disini

Pertemuan ini akan diselenggarakan di Jakarta pada hari Selasa tanggal 29 Oktober 2013. Pertemuan terbuka bagi seluruh masyarakat dan dapat diakses melalui Video-Streaming di www.kesehatan-ibuanak.net  dan www.kebijakankesehatanindonesia.net  informasi lebih lanjut dapat menghubungi Angelina Yusridar (08111498442, e-mail This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.)

Oleh : Lucia Evi Indriarini

Upaya peningkatan mutu menjadi bahasan penting di berbagai aspek pelayanan kesehatan kepada pasien, tidak terkecuali pada pelayanan bedah jantung pada anak. Sejalan dengan peringatan hari jantung sedunia pada 24 September 2013, isu ini menjadi menarik untuk dibahas khususnya dari sisi upaya peningkatan mutu dengan tetap mengutamakan keselamatan pasien pada proses pelayanan kesehatan yang diberikan. Pelayanan bedah jantung sendiri mencakup pada seluruh kategori pasien, baik anak maupun dewasa. Pelayanan bedah jantung anak (Pediatric Cardiac Surgery) merupakan pelayanan bedah yang dilakukan bagi anak yang memiliki 'cacat' jantung bawaan dan penyakit jantung anak yang didapat setelah lahir. Beberapa risiko yang dapat menyertai proses pembedahan antara lain; pendarahan selama pembedahan maupun setelah pembedahan, reaksi yang buruk terhadap pengobatan, masalah pernafasan, infeksi, terjadinya gumpalan darah, emboli udara, pneumonia, aritmia, serangan jantung, dan stroke.

Berbagai tools dikembangkan untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas proses bedah jantung pada anak (Pediatric Cardiac Surgery), tentu saja hal ini diharapkan dapat meminimalisasi risiko-risiko selama maupun setelah proses pembedahan dilaksanakan. Julie K. Johnson dan Paul R. Barach (2011) melakukan review terhadap lima tools yang diyakini relevan untuk meningkatkan kualitas proses pelayanan bedah jantung pada anak. Kelima tools tersebut dapat membantu proses pelacakan dan analisis baik untuk pasien tunggal maupun suatu kelompok pasien tertentu serta keluaran data. Kelima tools tersebut meliputi; ceklis, peta proses, diagram ishikawa, run chart, dan control chart.

  1. Ceklis

    Ceklis merupakan salah satu tools yang mendapat perhatian paling besar diantara tools lain yang dapat dipergunakan dalam peningkatan mutu. Ceklis ini banyak diadopsi untuk dipergunakan dalam proses pembedahan dan spesialisasi medis lainnya. Pada 2008, WHO merilis Surgical Safety Checklist, dan telah dipergunakan oleh banyak rumah sakit, lebih dari 1800 rumah sakit di seluruh dunia dilaporkan menggunakan ceklis (gambar 1).

    Penelitian yang dilakukan di Belanda pada Oktober 2007 – Maret 2009 menunjukkan bahwa penggunaan ceklis dapat mengurangi komplikasi lebih dari sepertiga dan kematian berkurang dari 1,5% menjadi 0,8%. Namun penggunaan ceklis juga harus didukung oleh hal lain seperti bagaimana membantu upaya perubahan sistem dan komitmen berkelanjutan untuk tim kerja keselamatan pasien.

  2. Peta Proses

    Peta proses pada dasarnya adalah menciptakan representasi visual dari proses perawatan yang dilakukan. Proses ini dapat membantu dokter 'membentuk' apa yang mereka ketahui dan keinginan untuk mengembangkan lingkungan mereka. Pemetaan proses ini dapat dilakukan dengan observasi dan atau wawancara yang kemudian di break down dalam langkah-langkah tertentu pada suatu proses. Pemetaan proses yang dilakukan dapat berguna bagi anggota tim untuk memperoleh persepsi yang sama terhadap tugas yang diterima, mengacu pada visi bersama dan memahami proses yang terjadi. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan outcome pasien yang memerlukan keterkaitan yang melekat antara proses dan hasil. Peta proses secara unik sesuai untuk membantu identifikasi potensi area tertentu agar menjadi fokus untuk dilakukannya upaya perbaikan, dan tidak berfokus pada individu, melainkan pada sistem yang menghasilkan variasi proses dan hasil perawatan.

    art-23sep-1

    Gambar 1. Surgical Safety Checklist

    Pada penelitian yang dilakukan K. Johnson dan Paul R. Barach pada bedah jantung anak, telah dipergunakan pemetaan proses dalam dua cara:
    1. Untuk memahami lebih baik proses perawatan saat ini (Gambar 2)
    2. Sebagai suatu mekanisme untuk meringkas data yang terkait dengan near misses dan adverse event (Gambar 3)

  3. Diagram Ishikawa

    Diagram Ishikawa yang dikenal juga sebagai diagram sebab akibat, diagram fishbone, dan Root Cause Analysis (RCA) adalah representasi visual dari berbagai sumber variasi dalam suatu proses. Diagram yang dinamai sesuai dengan nama penciptanya Kaoru Ishikawa ini merupakan diagram yang dihasilkan dari brainstorming dengan stakeholder kunci untuk mengidentifikasi beberapa penyebab yang menghasilkan suatu akibat dalam proses. Beberapa penyebab umum di kategorikan ke dalam lima kategori; tempat (lingkungan), peralatan, prosedur (proses), orang (pasien dan penyedia), kebijakan. Diagram Ishikawa yang menunjukkan upaya untuk meningkatkan komunikasi pada bedah jantung anak (Pediatric Cardiac Surgey) dapat dilihat pada gambar 4.

    art-23sep-2

    Gambar 2. Peta Proses Pelayanan Bedah Jantung pada Anak

     art-23sep-3

    Gambar 3. Contoh Peta Proses: Data Adverse Event Minor dan Mayor di Pediatric Cardiac Surgery (PCS)

    Diagram Ishikawa dapat membantu untuk :
    1. Mengidentifikasi perbaikan yang potensial
    2. Mengidentifikasi kemungkinan perbaikan ini dapat digunakan dalam setting lainnya

      art-23sep-4

      Gambar 4. Diagram Ishikawa untuk Pediatric Cardiac Surgery (PCS)

  4. Run Chart dan Control Chart

    Run chart dan control chart merupakan dua tools paling 'ampuh' dalam upaya peningkatan mutu. Metode ini telah dibuktikan 'berharga' untuk analisis variabilitas dalam proses klinis. Grafik-grafik ini menggunakan pendekatan yang berbeda untuk menampilkan, menganalisis, dan menafsirkan data.

    Run chart merupakan plot sederhana suatu pengukuran dari waktu ke waktu dengan penarikan garis dari median sebagai titik acuan. Data yang ditampilkan dapat berkaitan dengan pasien, organisasi, maupun unit klinis. Manfaat penting dari grafik ini adalah:
    1. Data yang ditampilkan dapat membuat proses kinerja terlihat
    2. Menentukan apakah perubahan yang diuji menghasilkan perubahan
    3. Memungkinkan tampilan data analisis versus statis

      art-23sep-5

      Gambar 5. Run Chart

      art-23sep-6

      Gambar 6. Control Chart

      Control chart pertama kali dikembangkan pada tahun 1920 oleh Shewhart untuk meningkatkan industri manufaktur. Control chart mirip dengan run chart dalam hal penyediaan data yang ditampilkan dari waktu ke waktu tetapi pada control chart terdapat batas kontrol atas dan kontrol bawah yang memungkinkan penentuan apakah suatu proses stabil atau tidak stabil. Batas kontrol dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata dan pergerakan rentang data. Apabila analisis data menunjukkan bahwa proses saat ini berada dibawah kendali seperti; stabil, variasi yang terjadi berasal dari sumber-sumber yang umum dalam proses, maka data dari proses dapat dipergunakan untuk memprediksi kinerja proses di masa yang akan datang. Namun apabila grafik menunjukkan bahwa proses yang dipantau tidak dalam kontrol maka analisis grafik dapat membantu menentukan sumber variasi yang kemudian dapat dieliminasi agar proses dapat kembali di kontrol.

      Upaya peningkatan mutu tidak hanya melulu mengenai penggunaan tools yang dapat menjadi sarana memperoleh outcome pasien yang terbaik, namun juga mempertimbangkan berbagai aspek lain seperti kerjasama tim, komitmen berkelanjutan, serta bagaimana penggunaan suatu tools dapat meningkatkan peran serta fungsi sebuah tim.

Referensi:

Johnson, Julie K., Barach, Paul R. (2011). Quality Improvement Methods to Study and Improve the Process and Outcomes of Pediatric Cardiac Care. Progress in Pediatric Cardiology 32:147-153.
Zieve, David, Chen, Michael A. (2010). Pediatric Heart Surgery. Medlineplus/ ency/ article/ 007363.