Peningkatan Layanan Pasien DM Tipe-2 di Rumah Sakit

Peningkatan pelayanan terhadap pasien di rumah sakit telah diatur oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit melalui kegiatanasesmen pasien (AP) serta peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP). Tujuannya untuk menganalisis kebutuhan pasien sejak datang, hingga standar pelayanan pengobatan yang diperlukan pasien selama berada di rumah sakit. Salah satu penyakit dengan kompleksitas tinggi adalah diabetes melitus tipe 2 (DM-2). Setiap pasien DM-2 pasti memiliki kebutuhan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, mulai pemberian kalori dalam diet yang berbeda hingga penanganan komplikasi berbeda. Belum lagi dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 2014 lalu berakibat pada lonjakan kunjungan pasien DM-2 ke rumah sakit, hal ini dikarenakan pasien dimudahkan untuk mendapatkan obat secara murah. Jika hal ini tidak mendapatkan perhatian khusus maka dapat terjadi pemborosan bahan habis pakai dan juga obat-obatan yang digunakan oleh rumah sakit. Untuk dapat terus bertahan, rumah sakit perlu memperhatikan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.

Studi tentang diabetes 1 menunjukkan adanya peningkatan resiko jatuh yang lebih besar pada pasien DM-2 dikarenakan adanya komplikasi yang berupa neuropathy dan retinopathy. Hal ini terjadi bukan karena masa tulang yang berkurang, tetapi akibat adanya penurunan kekuatan tulang untuk menahan beban karena adanya perubahan arsitektur mikro dalam tulang penderita DM-2.

art-20apr

 

Resiko jatuh di rumah sakit lebih besar pada pasien usia tua dibandingkan muda dan lebih besar pada pasien DM dibandingkan yang tidak, dan pasien wanita juga diketahui lebih mudah terjatuh dibandingkan pria, terlebih apabila pasien tersebut memiliki gejala komplikasi seperti seperti neuropathy, retinopathy, vestibulopathy, gangguan kognitif atau kelemahan otot gerak. Neuropathy DM menyebabkan terjadinya gangguan sensoris, motoris, otonom hingga hypotensi orthostatik pada saat berdiri. Seluruh gejala itu menyebabkan kecepatan gerak dan ayunan langkah sering tidak terkoordinasi dengan baik, kondisi ini juga diperberat dengan adanya hypotensi ortostatik dimana pasien akan pingsan apabila melakukan gerakan bangun secara tiba-tiba dari posisi tidur. Resiko jatuh akan meningkat dengan adanya gangguan ini.

Rumah sakit memang tidak dapat mencegah 100% pasien terjatuh dari kasur, tetapi berdasarkan data bahwa 30% pasien jatuh dapat dihindari dengan adanya pengawasan yang baik dari keluarga ataupun dari perawat jaga. Di Amerika, kejadian pasien jatuh tidak besar, sebanyak 1 kasus dari 700.000 rawat inap, namun tentunya hal ini tidak dapat dilihat secara statistik, karena pastinya akan berdampak buruk pada kesehatan pasien. Luka memar merupakan bentuk ringan dari pasien DM-2 yang terjatuh, tetapi pasien banyak pula yang mengaami kejadian patah tulang pinggul. Pemeriksaan menggunakan dual energy x-ray absorptiometry atau asessment dengan kuisoner algoritma resiko patah tulang FRAXÒ yang dikeluarkan oleh WHO. Adanya pemeriksaan ini akan menjadi sebuah panduan bagi perawat untuk melakukan pengawasan terhadap pasien yang memiliki resiko tinggi untuk jatuh.

Oleh: dr. M. Hardhyanto Puspowardoyo

Sumber: 1.E.A.C. de Waard et al. 2014. Increased Fracture Risk In Patients With Type 2 Diabetes Mellitus: An Overview Of The Underlying Mechanisms And The Usefulness Of Imaging Modalities And Fracture Risk Assessment Tools. Maturitas 79 (2014) 265–274

http://www.maturitas.org/article/S0378-5122(14)00264-3/pdf