Learn, Connect, Growth | Tingkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan Indonesia

Pengendalian Fraud Pelayanan Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN): Usulan Kebijakan

Penulis: drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE
Peneliti Divisi Manajemen Mutu, PKMK FK-KMK UGM

Yogyakarta, 13 Januari 2022. Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan melakukan kunjungan kerja ke Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM, Yogyakarta pada Kamis, 13 Januari 2022. Tujuan kunjungan adalah melakukan focus group discussion (FGD), sharing session, dan studi banding terkait “Sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan Kecurangan (Fraud) di Pelayanan Kesehatan.” Anggota Dewas yang hadir adalah dr. Achmad Yurianto (Ketua), Indra Yana, S.H. (Anggota), dan Iftida Yasar, S.H., M.Psi beserta tim. Dalam kesempatan ini, tim PKMK yang terlibat adalah Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua (Peneliti, Konsultan, sekaligus Kepala Divisi Manajemen Mutu, selaku narasumber), drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE (Peneliti dan Konsultan dari Divisi Manajemen Mutu, selaku narasumber), M Faozi Kurniawan, S.E, Akt. (Peneliti dan Konsultan), dan Ni Luh Putu Andayani, SKM., M.Kes (Kepala Divisi Manajemen Rumah Sakit).

Acara dibuka dengan rangkaian sambutan yang diawali oleh Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., PhD selaku Direktur Umum BPJS Kesehatan. Dalam sambutannya, Ali menyatakan bahwa BPJS Kesehatan mendukung program-program anti fraud dengan membuat berbagai sistem untuk membantu pengendalian fraud program JKN. Sistem-sistem ini diantaranya adalah Defrada (Digitalisasi Audit Klaim) dan DIVA (Digital Validation).

Sambutan selanjutnya disampaikan oleh dr. Achmad Yurianto selaku Ketua Dewas. Dalam sambutannya pria yang akrab disapa Yuri ini menyampaikan bahwa berbagai pihak harus bekerja sama untuk membangun budaya anti fraud. Upaya membangun budaya ini dapat dilakukan dengan edukasi yang luas dan berkelanjutan. Yuri juga menyampaikan bahwa kita semua punya peran penting untuk pengendalian fraud. “Walaupun kita hanya butiran pasir di tepi pantai, yang penting kita hadir sebagai solusi,” ungkapnya mengakhiri sambutan.

Sambutan terakhir disampaikan oleh Andreasta Meliala, Dr. dr. DPH., MKes, MAS selaku Kepala PKMK FK-KMK UGM. Dalam sambutannya, Andre menyatakan rasa syukur dan terima kasih kepada Dewas BPJS Kesehatan yang telah memilih PKMK sebagai mitra diskusi dalam upaya pengendalian fraud program JKN di Indonesia. Sambutan terakhir ini sekaligus membuka acara diskusi.

Diskusi dipandu oleh Indra Yana sebagai moderator. Diskusi diawali dengan paparan materi oleh Hanevi Djasri. Pada sesi pertama ini, Hanevi memperkenalkan kiprah PKMK FKKMK UGM untuk berkontribusi dalam pengembangan sistem anti fraud JKN di Indonesia. Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD menginisiasi kegiatan anti fraud JKN pada 2014. Kemudian pada 2015-2016, dengan melibatkan Hanevi Djasri dan Puti Aulia Rahma, mulai melakukan edukasi dan sosialisasi anti fraud kepada BPJS Kesehatan di tingkat pusat dan cabang. Tim ini juga terlibat dalam penyusunan PMK No. 36/2016 termasuk revisi menjadi PMK No. 16/2019. Lebih lanjut tim PKMK juga mengembangkan dan mendampingi proses deteksi potensi fraud serta mengembangkan Community of Practice (CoP) Anti Fraud Layanan Kesehatan pada 2016.

Sesi selanjutnya Hanevi memaparkan bahwa saat ini dalam penyelenggaraan program JKN, aspek mutu masih belum menjadi perhatian. Hal ini mengkhawatirkan mengingat program JKN ini direncanakan mencakup seluruh penduduk Indonesia. Bila peserta yang dicakup ini mendapatkan pelayanan kesehatan yang buruk, maka akan program JKN ini menjadi tidak berdampak optimal untuk peningkatan kesehatan masyarakat. Lebih lanjut Hanevi memaparkan bahwa salah satu faktor yang terlibat dalam buruknya mutu pelayanan kesehatan adalah fraud. Fraud merupakan perbuatan yang mengandung unsur: (a) kesengajaan, (b) mencurangi pihak lain, dan (c) menyebabkan pihak lain menderita kerugian.

Di USA, fraud menyebabkan kerugian finansial sebesar 3-10% total dana kesehatan yang dikelola. Fraud juga berdampak pada mutu dan keselamatan pasien. Transparency International (2019) melaporkan adanya resistensi antibiotik, rujukan yang tidak diperlukan, serta SC di luar indikasi akibat fraud. National Health Anti-Fraud Association (2016) menemukan kasus kateterisasi jantung yang tidak perlu pada 750 pasien yang mengakibatkan 2 pasien meninggal dunia.

Penelitian Joan H. Krause (2006) fraud menyebabkan tingginya angka perawatan saluran akar (PSA) pada gigi yang secara medis lebih tepat dicabut, karena klaim PSA lebih tinggi dari pencabutan. Di Indonesia, menurut data yang dilansir BPJS Kesehatan, diduga terdapat potensi fraud dalam pelayanan Sectio Caesarea (SC), operasi katarak, dan fisioterapi. Dugaan ini kemudian ditindaklanjuti dengan audit nasional Kementerian Kesehatan.

Sesi selanjutnya diisi oleh Puti Aulia Rahma yang menyampaikan gambaran pelaksanaan program JKN. Sejak 2014, PKMK mengkampanyekan program JKN untuk berjalan dalam sebuah siklus yang dimulai dari membangun kesadaran – sistem pelaporan dan respon – deteksi – investigasi – pemberian sanksi – kembali ke membangun kesadaran.

Siklus ini diambil dari rekomendasi European Comission tahun 2013. Saat ini di Indonesia, belum semua komponen dalam siklus program maupun prinsip pengendalian fraud terlaksana dengan optimal, misalnya: (a) membangun kesadaran. Saat ini upaya membangun kesadaran untuk pengendalian fraud belum massif dilakukan. Kalaupun sudah dilakukan, namun belum berkala; (b) sistem pelaporan. Saat ini sudah dibuka saluran pengaduan terkait pelayanan JKN (termasuk fraud), bernama aplikasi SIAP. Namun, hingga saat ini data respon pengaduan belum dapat ditemukan; (c) deteksi & investigasi. Saat ini kegiatan investigasi baru dilakukan pada kasus-kasus yang menjadi sorotan; (d) sanksi. Informasi detil mengenai sanksi berupa denda dan tindak pidana baru didapat terkait dengan pelaku fraud yang berasal dari Aparat Sipil Negara (ASN). Pelaku fraud non ASN, misalnya dari fasilitas kesehatan swasta ada yang pernah diberikan sanksi berupa denda dan pemutusan kerja sama, namun belum diketahui secara pasti besaran denda dan untuk skema fraud apa?; dan (e) tim anti fraud. Saat ini berbagai entitas yang terlibat dalam program JKN sudah membentuk tim anti fraud. Namun, tim ini belum mampu menjalankan tugas-tugas sesuai siklus program maupun prinsip pengendalian fraud.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, pada sesi penutup Hanevi menyampaikan enam rekomendasi kebijakan: (a) memperbanyak intensitas, jenis, dan cakupan sosialisasi dan edukuasi dan sosialisasi pencegahan fraud dalam pelayanan kesehatan; (b) mengembangkan sistem pengolahan data (data klaim INA CBG, data P-Care, data aplikasi SIAP, dan data aduan dari asosiasi fasyankes) yang dapat diakses oleh publik untuk mengetahui besarnya potensi dan dampak dari fraud layanan kesehatan; (c) meningkatkan pemanfaatan informasi hasil analisa data terkait potensi fraud dan upaya pencegahan fraud sebagai sumber pembelajaran dan pengambilan keputusan; (d) membuat kerangka kajian dan penelitian terkait kebijakan dan manajemen pengendalian fraud layanan kesehatan; (e) meningkatkan ikatan kemitraan antara BPJS Kesehatan dan Provider dalam penerapan good corporate governane dan good clinical governance; dan (d) membuat kebijakan untuk lebih banyak melibatkan komunitas-komunitas yang bergerak dalam bidang anti fraud layanan kesehatan.