Sesi Pagi
Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN) dan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (PKMK FK - KMK UGM) menyelengggarakan Forum Mutu Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN) ke-20 Tahun 2024 dengan tema “Aktif, Kolaboratif dan Inovatif untuk Mutu Pelayanan Kesehatan Terbaik di Indonesia” yang berlangsung pada 5 Juli 2024 melalui Zoom Meeting yang diikuti oleh 100 partisipan.
Acara dibuka dengan sambutan dari dr. Sutoto, M.Kes selaku ketua IKA MMR UGM dan Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua selaku ketua IHQN. Selama 20 tahun, IHQN telah konsisten menyelenggarakan forum mutu yang bertujuan untuk menyediakan platform berjejaring, berbagi ide dan mendorong inovasi untuk meningkatkan dan mendukung layanan kesehatan yang bermutu di Indonesia.
Pada sesi pertama forum ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu Prof. dr. Adi Utarini MSc, PhD (Guru Besar FKKMK UGM), drg. Mira Dyah Wahyuni, MARS (Direktur Utama PT Pertamina Bina Medika IHC), Dr. dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali) dan dimoderatori oleh dr. Novika Handayani (PKMK UGM).
Tata kelola dan kepemimpinan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan: Studi Kasus Transformasi Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI
Prof. Adi Utarini yang memaparkan analisa kepemimpinan nasional dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Secara garis besar, materi yang disampaikan mencakup pengantar terkait mutu pelayanan kesehatan, sistem kesehatan berkualitas tinggi, kualitas tata kelola sistem kesehatan, serta penilaian tata kelola dan kepemimpinan.
Dalam kesempatan ini, Adi mengajak para partisipan untuk mengkaji ulang tentang makna mutu pelayanan kesehatan, mutu tidak hanya berarti kualitas, namun mutu merupakan tujuan utama dalam pelayanan kesehatan. Dalam menilai kualitas pelayanan kesehatan, terdapat tujuh dimensi mutu yang menjadi fokus utama, yaitu keselamatan (safety), efektivitas (effectiveness), efisiensi (efficiency), integrasi (integration), kesetaraan (equity), ketepatan waktu (timeliness), dan berpusat pada pasien (people-centeredness). Indonesia sendiri masih mengalami beberapa tantangan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatannya terutama berkaitan dengan terbatasnya jumlah tenaga kesehatan serta ketersediaan alat-alat kesehatan yang masih kurang.
Adi juga menekankan bahwa sistem kesehatan yang berkualitas tinggi adalah sistem yang mampu mengoptimalkan pelayanan kesehatan secara konsisten. Selain itu, tata kelola pemerintah merupakan ondasi dalam membentuk sistem kesehatan berkualitas. Pihaknya juga menggarisbawahi penilaian tata kelola dan kepemimpinan pada aspek komitmen dan budaya mutu, dimana mutu merupakan agenda prioritas yang harus dijadikan tujuan utama dalam pelayanan kesehatan, selain itu peningkatan mutu dapat dilakukan dengan cara memasukkan mutu ke dalam sistem pendidikan tenaga kesehatan, pemantauan pelaporan mutu yang berkualitas, menerapkan strategi dan kebijakan mutu nasional, meningkatkan kinerja kepemimpinan terkait mutu serta yang paling penting adalah mendengarkan langsung dari pasien atau masyarakat yang menjadi objek pelayananan kesehatan. Di akhir sesi ini, narasumber berpesan untuk meningkatkan tata kelola pelayanan kesehatan agar kita semua dapat menyelamatkan lebih banyak orang.
Terobosan Pimpinan RS dalam Perencanaan Mutu Pelayanan Kesehatan: Pengalaman Bali International Hospital
Narasumber kedua adalah drg. Mira Dyah Wahyuni, MARS yang berbagi tentang pengelolaan pelayanan kesehatan di Bali International Hospital (BIH) sebagai rumah sakit yang megusung konsep medical tourism. Latar belakang dari pelayanan medical tourism di BIH adalah adanya 2 juta orang Indonesia yang mencari pengobatan ke luar negeri setiap tahunnya, dengan devisa keluar sekitar 100 Trilyun/Tahun. Mira memaparkan beberapa alasan warga Indonesia lebih memilih pengobatan di luar negeri, diantaranya adalah diagnosa yang dianggap lebih akurat, adanya teknologi yang lebih canggih, mendapatkan kualitas pelayanan yang baik dari dokter dan tenaga kesehatan seperti perawat, rumah sakit berkelas dunia, biaya pengobatan yang terjangkau, akomodasi yang nyaman, serta bisa melakukan liburan dan pengobatan secara bersamaan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka Indonesia perlu untuk menyediakan fasilitas kesehatan berkelas dunia, untuk itu Indonesian Healthcare Corporation (IHC) mengembangkan Bali International Hospital dengan berkolaborasi dengan world international healthcare, bekerjasama dengan tenaga kesehatan luar negeri, menyediakan teknologi berstandar internasional serta memberikan pengalaman yang unik pada pelayanan kesehatan yang diterima pasien.
Pada kesempatan ini, Mira menekankan pentingnya pengalaman pengobatan yang unik bagi pasien, untuk itu BIH menciptakan ekosistem yang berbeda, dengan cara bekerja sama dengan hotel, retail outlet, flagship hospital, wellness facilities, commercial district serta botanical garden, melalui integrasi sistem tersebut maka diharapkan pasien akan merasakan kenyamanan sebelum mendapatkan pengobatan, ketika pengobatan serta pasca pengobatan. Dalam praktiknya, BIH fokus memberikan pelayanan kesehatan dengan mutu yang terbaik serta menjadikan kenyamanan pasien sebagai tujuan utama.
Membangun Peran Serta Stakeholders dalam Peningkatan Mutu: Penerapan Integrasi Layanan Primer (ILP) dan Penguatan Layanan Kesehatan Rujukan Menuju Indonesia Maju di Provinsi Bali
Pada materi ketiga ini, Kepala Dinas Kesehata Bali diwakili dr. Kadek Iwan Darmawan, MPH yang memaparkan pelaksanaan integrasi layanan primer (ILP) dan penguatan layanan kesehatan di provinsi Bali. Di provinsi Bali, peningkatan mutu pelayanan kesehatan dilakukan melalui kegiatan akreditasi dan pengukuran mutu pelayanan di fasyankes. Dimana 95% RS di Bali sudah terakreditasi paripurna. Pemantauan mutu pelayanan kesehatan dilakukan melalui validasi laporan dan supervisi secara langsung ke fasyankes.
Pada kesempatan ini, Iwan juga memaparkan terkait program integrasi pelayanan primer (ILP) di Bali, yang pada saat ini sudah kick off di 4 kabupaten. Program ILP sendiri berfokus pada siklus hidup sebagai fokus integrasi pelayanan kesehatan, fokus pada jejaring hingga tingkat desa dan dusun, serta memperkuat pemantauan wilayah setempat melalui digitalisasi dan pemantauan dashboard situasi kesehatan per desa dan kunjungan keluarga.
Dalam pelaksanaan ILP di provinsi Bali, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi, beberapa diantaranya adalah fasilitas bangunan yang kurang mendukung dan adanya kekhawatiran untuk pengontrolan PPI jika posyandu balita, posyandu remaja dan posyandu lansia dilaksanakan secara bersamaan.
Untuk menghadapi tantangan yang ada, maka diperlukan kolaborasi pelayanan kesehatan dengan berbagai dinas di provinsi Bali. Pada saat ini dinkes provinsi telah bekerja sama dengan dinas kebudayaan, dinas pendidikan, dinas kominfo, dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dinas ketahanan pangan, kelautan dan perikanan, dinas sosial, dinas pengendalian penduduk dan keluarga berencana, serta dinas PUPR. Selain itu peran masyarakat adat juga sangat diperlukan dalam hal penyuluhan dan penggerak kesehatan masyarakat, pemeliharaan budaya sehat serta memberikan dukungan kegiatan kader posyandu.
Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa optimalisasi pelaksanaan pelayanan kesehatan dapat dilakukan melalui integrasi program dengan dinas-dinas yang ada. Dengan bekerja sama dan berkolaborasi, maka peningkatan mutu pelayanan kesehatan juga akan lebih optimal.
Reporter:
Hamidah Mulyani (Divisi Manajemen Mutu PKMK UGM)
Sesi Siang
Pelatihan dan Pengembangan Profesional Berkelanjutan dalam Bidang Mutu Pelayanan Kesehatan: Dukungan Plataran Sehat, Platform Pembelajaran Digital
Materi pertama pada sesi siang hari disampaikan oleh Febrina Dwi Permata, M.Psi, dari Direktorat Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan Kemenkes RI. Sesi ini menekankan pentingnya akreditasi dan pelatihan yang memadai bagi institusi kesehatan. Kemenkes berperan dalam melakukan penjaminan mutu institusi terhadap penyelenggaraan pelatihan dan pembelajaran dalam bidang kesehatan. Saat ini ada 191 institusi dari 30 provinsi yang telah terakreditasi Kementerian Kesehatan untuk menyelenggarakan pelatihan. Selain itu, sesi ini juga membahas pentingnya kurikulum pelatihan yang terstandar, khususnya untuk pelatihan yang berskala nasional.
Terdapat empat kunci dalam peningkatan mutu tenaga kesehatan yang terstandar, yaitu traning needs analysis (TNA) atau pengkajian kebutuhan pelatihan, akreditasi institusi dan kurikulum pelatihan, digitalisasi pelatihan, dan evaluasi serta sertifikasi pelatihan. Sesuai dengan arahan Menteri Kesehatan dalam penerapan digitalisasi dalam pelatihan, Kemenkes mengembangkan Plataran Sehat sebagai sistem pembelajaran bagi tenaga kesehatan yang komprehensif. Plataran Sehat hadir untuk mempercepat peningkatan kompetensi SDM kesehatan di Indonesia. Sampai saat ini, terdapat lebih dari tujuh ribu pembelajaran dan lebih dari 900 ribu peserta yang terregistrasi dalam Plataran Sehat.
Trik Jitu Menghadapi Pemberitaan di Media Sosial tentang Mutu Pelayanan Kesehatan di RS, Puskesmas, atau Klinik: Berbagai contoh Berita Viral dan Cara Mengatasinya
Materi kedua pada sesi siang disampaikan oleh Anjari Umarjianto, S.Kom, SH, MARS dengan fokus pada “Teknik Public Relations: Tangani Postingan Viral.” Anjari mengingatkan bahwa pengalaman pasien pada setiap titik layanan akan berpengaruh pada reputasi rumah sakit, bahkan sejak sebelum pasien berada di rumah sakit. Terdapat tiga teknik public relations dalam menangani postingan viral yang kemudian menjadi krisis, yaitu (1) internal public relation, (2) stakeholder communications, dan (3) mass media relations.
Internalisasi isu menekankan pentingnya karyawan di level dan bagian manapun untuk mengetahui isu yang terjadi terkait institusi tempat mereka bekerja. Adanya Tim Komunikasi Krisis juga penting dalam memberikan rekomendasi komunikasi, aksi, dan regulasi. Terdapat dua komponen dalam stakeholders communications yaitu komunikasi dengan pasien atau pihak yang mengajukan komplain dan komunikasi dengan key player (selain pasien). Terakhir, komunikasi media massa diperlukan untuk mengamplifikasi pesan tanggapan dan membangun opini publik. Materi diakhiri dengan berbagai tips-tips dalam menghadapi media dan memilih juru bicara.
Pembelajaran dan Inovasi Mutu Pelayanan Kesehatan: Penerapan Digitalisasi Manajemen Risiko di RSUP Prof. Ngoerah
Narasumber terakhir pada sesi siang hari, dr. I Wayan Sudana, M.Kes, memaparkan tentang pengalaman manajemen risiko di RSUP Prof. Ngoerah, Denpasar. Materi diawali dengan dasar penerapan manajemen risiko di rumah sakit. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 Tahun 2019 tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan, Penerapan Manajemen Risiko termasuk pembentukan struktur, penerapan strategi dan penyelenggaraan proses manajemen risiko.
Di RSUP Prof. Ngoerah sendiri, terdapat Komite Manajemen Risiko yang berada di bawah naungan Komite Mutu Rumah Sakit. Salah satu peran Komite Mutu RS adalah identifikasi dan analisis risiko untuk menentukan tingkat risiko, serta membuat profil risiko dan rencana penanganan. RSUP Prof. Ngoerah saat ini menggunakan sistem data dan informasi terintegrasi dalam SIMRS untuk digitalisasi manajemen risiko di rumah sakit. Penting untuk melakukan internalisasi kepada seluruh karyawan rumah sakit untuk memastikan sustainabilitas program serta monitoring dan evaluasi secara periodik.
Reporter:
dr. Aulia Savira (Divisi Manajemen Mutu, PKMK UGM)