Standar Pelayanan Minimal Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Oleh: Hanevi Djasri, dr, MARS
Pendahuluan: Antara Desentralisasi, Standar Pelayanan Minimal, dan Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Undang-undang tentang pemerintahan daerah menetapkan bahwa pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan wajib diwilayahnya, lebih lanjut ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan kepada daerah, salah satu urusan wajib tersebut adalah pelayanan kesehatan .
Untuk menjamin bahwa pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan jenis dan mutu yang diharapkan masyarakat , maka pemerintah pusat berdasarkan kewenangannya telah menetapkan pedoman standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah . SPM bidang kesehatan terdiri dari 26 jenis pelayanan dengan 54 indikator mutu yang masing-masing ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2010. Dari sekian banyak indikator, belum terdapat indikator mutu bagi pelayanan kesehatan penyakit tidak menular.
Namun demikian Indonesia menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah perubahan pola penyakit (epidemiological transition) dimana jumlah penderita penyakit tidak menular semakin meningkat . Tabel berikut menggambarkan trend peningkatan persentase kematian akibat penyakit tidak menular di Indonesia.
Berdasarkan data tersebut maka terlihat pentingnya agar pelayanan pengendalian penyakit tidak menular dimasukkan menjadi salah satu SPM bidang kesehatan sebagai bagian dari urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Pelayanan pengendalian penyakit menular dapat dikelompokkan menjadi berbagai upaya pengendalian penyakit, yaitu untuk: Penyakit jantung dan pembuluh darah, Gangguan kecelakaan dan cedera, Penyakit diabetes melitus, Penyakit kanker, dan Penyakit kronis dan degeneratif.
Tabel berikut ini menunjukkan dasar dari pengelompokkan tersebut dan menjelaskan mengapa penyusunan SPM sebagai bagian dari rencana pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah diprioritaskan untuk diselesaikan pertamakali.
Penyakit |
Jumlah penderita (2004-2005) |
Jumlah kematian (2004-2005) |
Hipertensi esensial (primer) |
64.415 |
34.930 |
Penyakit jantung iskemik (termasuk MCI) |
48.670 |
33.071 |
Penyakit jantung lainnya |
25.703 |
20.223 |
Penyakit hipertensi lainnya |
24.081 |
13.780 |
Gagal jantung |
19.395 |
14.588 |
Gangguan hantaran dan aritmia jantung |
7.461 |
6.178 |
Penyakit Jantung reumatik kronik |
3.940 |
2.503 |
Kardiomiopati |
1.812 |
1.509 |
Demam reumatik |
1.391 |
954 |
Emboli paru |
604 |
502 |
Dokumen ini adalah draf Standar Pelayanan Minimal Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang pernah disusun oleh Sub-Direktorat Pengendalian Jantung dan Pembuluh Darah, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Lingkungan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan Pusat Manajemen Kesehatan FKUGM pada tahun 2007.
Maksud Dan Tujuan
Penyusunan dokumen ini dimaksudkan untuk:
- Menjelaskan latar belakang diusulkannya/ditetapkannya SPM Upaya Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah sebagai bagian dari SPM Bidang Kesehatan
- Menjelaskan jenis pelayanan dalam pengendalian penyakit tidak menular yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah
- Menjelaskan indikator mutu pelayanan bagi setiap jenis pelayanan dalam pengendalian penyakit tidak menular yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah
- Menjelaskan tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dan stakeholder kesehatan lainnya untuk memastikan bahwa jenis pelayanan tersebut dapat disediakan dengan mutu yang telah ditetapkan.
Dokumen ini juga bertujuan untuk:
- Membangun komitmen Nasional untuk mengendalikan penyakit jantung dan pembuluh darah
- Menjadi pedoman pemerintah daerah dalam menyusun kegiatan dan anggaran pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah
Jenis Pelayanan Minimal
Jenis pelayanan dalam bidang pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya adalah:
|
Jenis pelayanan pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakatnya ditetapkan berdasarkan hasil analisis dan diskusi data epidemiologi penyakit jantung dan pembuluh darah.
Berdasarkan jenisnya maka sebenarnya pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah dapat terdiri dari pengendalian:
- Penyakit jantung koroner
- Penyakit pembuluh darah otak
- Penyakit jantung hipertensi
- Penyakit pembuluh darah perifer
- Penyakit gagal jantung
- Penyakit jantung rematik
- Penyakit jantung bawaan
- Penyakit kardiomiopati
- Penyakit jantung katub
Namun demikian tidak seluruh pengendalian jenis penyakit tersebut ditetapkan sebagai SPM, perlu ada prioritas berdasarkan beban dan dampak penyakit tersebut di Indonesia. Kedua tabel dibawah ini menjelaskan posisi dan peningkatan jumlah penyakit-penyakit tersebut pada tahun 2005.
10 Peringkat Utama Penyakit Sistem Sirkulasi Darah RS di Indonesia
Rawat Jalan Tahun 2005
No. |
Golongan Sebab Sakit |
Jumlah Pasien Baru |
Jml Kunjungan |
||
LK |
PR |
Jumlah |
|||
1 |
Hipertensi esensial (primer) |
609 |
717 |
1326 |
5701 |
2 |
Penyakit jantung lainnya |
139 |
128 |
267 |
2718 |
3 |
Penyakit jantung iskemik lainnya |
125 |
81 |
206 |
1032 |
4 |
Penyakit hipertensi lainnya |
148 |
145 |
293 |
845 |
5 |
Strok tak menyebut perdarahan atau infark |
141 |
105 |
246 |
686 |
6 |
Gagal jantung |
127 |
85 |
212 |
568 |
7 |
Hemoroid/Wasir |
81 |
73 |
154 |
248 |
8 |
Penyakit sistem sirkulasi lainnya |
57 |
74 |
131 |
207 |
9 |
Penyakit serebrovaskular lainnya |
13 |
12 |
25 |
191 |
10 |
Penyakit arteri arteriol dan kapiler lainnya |
28 |
29 |
57 |
181 |
Sumber : SP2RS, Ditjen Yanmedik Depkes tahun 2005
10 Peringkat Utama Penyakit Sistem Sirkulasi RS di Indonesia
Rawat Inap Tahun 2005
No. |
Golongan Sebab Sakit |
Pasien Keluar |
Pasien Mati |
||
LK |
PR |
Jumlah |
|||
1 |
Strok tak menyebut perdarahan atau infark |
9295 |
7707 |
17002 |
2752 |
2 |
Perdarahan intrakranial |
3238 |
2552 |
5790 |
1976 |
3 |
Penyakit jantung lainnya |
5782 |
5339 |
11121 |
1713 |
4 |
Hipertensi esensial (primer) |
8376 |
10674 |
19050 |
1176 |
5 |
Gagal jantung |
4000 |
3030 |
7030 |
909 |
6 |
Penyakit serebrovaskular lainnya |
2712 |
2183 |
4895 |
888 |
7 |
Penyakit jantung iskemik lainnya |
9108 |
5345 |
14453 |
827 |
8 |
Infark miokard akut |
3935 |
1338 |
5273 |
721 |
9 |
Infark serebral |
2846 |
2329 |
5175 |
581 |
10 |
Gangguan hantaran dan aritmia jantung |
1522 |
1716 |
3238 |
339 |
Sumber : SP2RS, Ditjen Yanmedik Depkes tahun 2005
Berdasarkan data tersebut, maka dicapai kesepakatan bahwa jenis pelayanan dalam upaya pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah yang wajib disediakan pemerintah daerah adalah:
- Pengendalian penyakit jantung koroner
- Pengendalian penyakit hipertensi
Indikator Mutu
Indikator mutu pengendalian penyakit jantung koroner dan pengendalian penyakit hipertensi adalah:
|
Untuk dapat menilai sejauh mana mutu pelayanan bagi kedua jenis pelayanan tersebut maka ditetapkan indikator mutu pelayanan. Indikator mutu harus mempunyai tujuan yang jelas dan dapat menunjukkan akuntabilitas pelayanan. Diharapkan bahwa indikator mutu dapat memberikan penilaian apakah pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan standar/pedoman yang berlaku, memberikan tanda adanya masalah untuk melakukan perbaikan, menilai keberhasilan, menunjukan adanya peluang perbaikan hingga dapat menilai dampak dari suatu intervensi perbaikan.
Lebih lanjut indikator mutu juga dapat digunakan untuk menilai kinerja mutu antar daerah yang satu dengan yang lain melalui proses kajibanding (benchmarking) sehingga area-area untuk melakukan perbaikan dapat dikenali oleh masing-masing daerah yang berpartisipasi. Pemilihan indikator juga berdasarkan indikator yang spesifik, dapat diukur, dapat menunjukkan beberapa dimensi mutu, valid dan memiliki daya ungkit yang besar.
Penetapan target indikator mengikuti prinsip SMART, salah satu data yang menjadi acuan untuk penetapan target adalah data tentang angka kematian akibat penyakit jantung dan stroke di Indonesia pada tahun 2002 sebagaimana tabel dibawah ini.
Jumlah penduduk |
Penyebab kematian tahun 2002 di Indonesia |
|||
Penyakit Jantung |
Stroke |
|||
217.131 Juta |
220.372 |
100 per 100.000 penduduk |
123.684 |
60 per 100.000 penduduk |
Sumber: www.who.org
Atas dasar tersebut maka ditetapkan indikator mutu untuk pengendalian penyakit jantung dan pengendalian penyakit hipertensi adalah sebagai berikut:
- Angka kematian akibat penyakit jantung koroner kurang dari 100 per 100.000 penduduk
- Angka kematian akibat stroke kurang dari 60 per 100.000 penduduk
Lebih lanjut kedua indikator mutu tersebut dijabarkan secara lebih detail sebagaimana kedua tabel dibawah ini:
Judul Indikator |
Angka kematian akibat penyakit jantung koroner |
Dimensi Mutu |
Keselamatan, efektifitas, efisiensi, kepatutan |
Tujuan Indikator |
Menunjukan efektifitas dari upaya promosi, pencegahan dan pengobatan dari penyakit jantung koroner |
Rasionalisasi |
Kematian merupakan bentuk dampak yang paling tidak diharapkan dari upaya pengendalian penyakit jantung koroner, kematian ini dapat dicegah melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. |
Definisi terminologi yang digunakan |
Kematian akibat penyakit jantung koroner adalah kematian dengan penyebab utama sesuai dengan kode ICD X (......... dan .........) |
Frekuensi updating data |
Tiap 3 bulan |
Periode dilakukan analisis |
Tiap 12 bulan |
Numerator |
Jumlah kematian akibat penyakit jantung koroner |
Denominator |
Jumlah penduduk |
Sumber data numerator dan denominator |
Laporan kematian di Puskesmas dan Laporan kematian di Rumahsakit, BPS untuk jumlah penduduk |
Target |
< 100/100.000 penduduk |
Penanggung jawab pengumpul data |
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota |
Judul Indikator |
Angka kematian akibat stroke |
Dimensi Mutu |
Keselamatan, efetktifitas, efisiensi, kepatutan |
Tujuan Indikator |
Menunjukan efektifitas dari upaya promosi, pencegahan dan pengobatan dari penyakit hipertensi |
Rasionalisasi |
Kematian merupakan bentuk dampak yang paling tidak diharapkan dari upaya pengendalian penyakit hipertensi, kematian ini dapat dicegah melalui upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. |
Definisi terminologi yang digunakan |
Kematian akibat stroke adalah kematian dengan penyebab utama sesuai dengan kode ICD X (......... dan .........) |
Frekuensi updating data |
Tiap 3 bulan |
Periode dilakukan analisis |
Tiap 3 bulan |
Numerator |
Jumlah kematian akibat stroke |
Denominator |
Jumlah penduduk |
Sumber data numerator dan denominator |
Sensus ..... |
Target |
< 60/100.000 penduduk |
Penanggung jawab pengumpul data |
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota |
Tindak Lanjut: Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi
Untuk mencapai kinerja mutu kedua jenis pelayanan tersebut maka diperlukan pendoman pengendalian penyakit jantung koroner dan hipertensi. Pedoman ini secara umum mengacu kepada pedoman pengendalian penyakit tidak menular . Terdiri dari:
- Pedoman surveilans
- Pedoman promosi dan pencegahan
- Pedoman manajemen pelayanan
Masing-masing dijabarkan dalam bentuk kebijakan, strategi, pokok-pokok kegiatan, indikator keberhasilan kegiatan (dapat berupa indikator input, proses dan output) serta cara mengukur indikator.
Pedoman Surveilans Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah
KEBIJAKAN |
STRATEGI |
POKOK KEGIATAN |
INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN |
Terdiri dari surveilans faktor risiko penyakit dan registrasi kematian. Dilakukan dengan memanfaatkan sistem yang sudah ada misalnya Susenas, SKRT, SDKI dan Sukerti (Survei Kesehatan Rumah Tangga Indonesia)
|
Pengembangan jejaring kerja antar institusi penyelenggara surveilans. Pelembagaan dan pengembangan kapasitas surveilans PJK dan Hipertensi pada berbagai tingkatan. Penerapan standardisasi penyelenggaraan surveilans faktor risiko, surveilans penyakit, registri kematian. Advokasi kepada pengambil keputusan di pemerintahan maupun pada masyarakat yang perduli dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.
|
Fasilitasi berfungsinya jaringan kerjasama antar instusi penyelenggara survailans dan berbagai pihak yang terlibat di bidang penanggulangan PJK dan Hipertensi. Fasilitasi pelembagaan dan pengembangan kapasitas survailans PJK dan Hipertensi di tingkat nasional dan daerah, pemerintah, profesi, lembaga swadaya dan swasta. Advokasi kepada penyandang dana agar memberi dukungan pembiayaan jangka panjang bagi kegiatan survailans faktor risiko dan penanggulangan PJK dan Hipertensi. Penyelenggaraan survailans faktor risiko sesuai dengan standar nasional. Penyelenggaraan survailans morbiditas dan mortalitas PJK dan Hipertensi yang terintegrasi dengan survailans penyakit tidak menular lainnya, menggunakan sistem registrasi terpadu yang terstandarisasi di berbagai unit layanan kesehatan. Mengikuti bimbingan dan bantuan teknis pelatihan survailans faktor risiko PJK dan Hipertensi bagi institusi di berbagai tingkat. |
|
Pedoman Promosi dan Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah
KEBIJAKAN |
STRATEGI |
POKOK KEGIATAN |
INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN |
Memfasilitasi diterbitkannya kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi. Di lakukan melalui pengembangan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta. Merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam semua pelayanan kesehatan yang terkait dengan penanggulangan PJK dan Hipertensi. Didukung oleh tenaga profesional melalui peningkatan kemampuan secara terus menerus Menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan masalah, potensi, dan sosial budaya untuk meningkatkan efektifitas intervensi yang dilakukan |
Advokasi kepada pengambil keputusan baik dalam pemerintahan maupun masyarakat yang peduli terhadap pengendalian PJK dan Hipertensi. Bina suasana. Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan.
|
Membentuk dan melakukan pembinaan dan fasilitasi terhadap kelompok masyarakat yang peduli terhadap PJK dan Hipertensi. Memfasilitasi diterbitkannya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi (seperti upaya-upaya tentang larangan merokok, atau penyediaan tempat-tempat khusus bagi perokok sehingga tidak mencemari lingkungan). Menjalin kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta. Menjadi daerah percontohan dengan tujuan mendorong kemandirian masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi PJK dan Hipertensi, melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Jantung Sehat (KMPJS). Mendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk melakukan pemeriksaan faktor risiko secara berkala
|
|
Pedoman Manajemen Pelayanan Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Hipertensi Bagi Pemerintah Daerah
KEBIJAKAN |
STRATEGI |
POKOK KEGIATAN |
INDIKATOR KEBERHASILAN KEGIATAN |
Meningkatkan kemampuan upaya menanggulangi kasus PJK dan Hipertensi melalui pemenuhan kebutuhan sumber daya dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di semua jenjang pelayanan. Meningkatkan kemampuan deteksi dini dan pengobatan untuk pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi di tingkat pelayanan dasar Meningkatkan upaya penanggulangan PJK dan Hipertensi dengan mengacu pada standar dan pedoman pelayanan nasional Menjalin kerja sama dalam pencegahan dan penanggulangan PJK dan Hipertensi antar institusi pelayanan Mengintergrasikan kegiatan promosi dan pencegahan PJK dan Hipertensi dalam pelayanan kesehatan di setiap institusi pelayanan. |
Peningkatan kompetensi pelayanan dalam deteksi dini dan penatalaksanaan. Melakukan efisiensi penggunaan teknologi canggih Pengembangan program dan penerapan standar pelayanan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi Standarisasi pencatatan dan pelaporan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi.
|
Penerapan standar dan pedoman pelayanan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi pada semua tingkat pelayanan. Peningkatan penapisan teknologi diagnostik dan terapi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi Penyediaan obat-obatan dalam pengendalian PJK dan Hipertensi. Pengembangan kerja sama dengan institusi pendidikan yang terkait dengan pengendalian PJK dan Hipertensi. Pengembangan pelayanan PJK dan Hipertensi berbasis komunitas/ kunjungan rumah bagi kasus kronis dan terminal. Integrasi Kegiatan promosi dan pencegahan dalam pelayanan PJK dan Hipertensi di sarana pelayanan.
|
|
Formulir verifikasi pencapaian indikator kegiatan
Indikator Keberhasilan Kegiatan untuk mencapai SPM Pengendalian Penyakit Jantung Koroner dan Hipertensi |
Verifikasi pencapaian indikator |
1. Terbentuknya jaringan kerja yang berfungsi dalam surveilans faktor risiko, penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi di daerah (input) |
□ Ada daftar instalasi/sarana kesehatan yang setuju untuk terlibat dan berfungsi sebagai bagian dari jejaringan kerja □ Ada laporan kegiatan |
2. Tersedianya metodeinstrumen standar untuk surveilans faktor risiko penyakit dan registri kematian akibat PJK dan Hipertensi (input) |
□ Ada standar metode dan instrumen surveilans PJK dan hipertensi |
3. Terbentuknya unit yang bertanggung jawabsurveilans PJK dan Hipertensi di daerah (input) |
□ Ada unit surveilans PJK dan hipertensi |
4. Tersedianya informasi faktor risiko, angka kesakitan, angka kecacatan dan angka kematian akibat PJK dan Hipertensi (input) |
□ Adanya data jumlah perokok □ Ada data jumlah penderita Obesitas □ Ada data jumlah penderita Hipertensi... □ Adanya data jumlah penderita PJK □ Ada data jumlah penderita Hipertensi □ Adanya data jumlah kecacatan akibat penyakit PJK atau Hipertensi |
5. Adanya kebijakan publik yang mendukung kegiatan pengendalian PJK dan Hipertensi (input) |
□ Ada Perda Kesehatan yang terkait dengan pengendalian PJK dan hipertensi (misalnya Perda larangan merokok ditempat umum) |
6. Menurunnya faktor risiko penyebab kejadian PJK dan Hipertensi (output) |
Persentase penurunan penyandang faktor resiko □ Merokok □ Obesitas □ dsb |
7. Meningkatnya kualitas dan kuantitas kemampuan tenaga dalam melakukan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi (output) |
□ Jumlah tenaga yang telah terlatih dalam pengendalaian PJK koroner dan penyakit hipertensi |
8. Terbentuknya kemitraan dalam pemberdayaan masyarakat (output) |
□ Terbentuknya LSM yang bergerak dalam pengendalian PJK dan hipertensi |
9. Penerapan standar dan pedoman penemuan dan tata laksana kasus (proses) |
□ Persentase standar dan pedoman yang dapat diterapkan berdasarkan self assessment |
10. Meningkatnya pelatihan berbasis kompetensi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi (proses) |
□ Jumlah pelatihan yang diadakan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dalam pengendalian PJK dan hipertensi |
11. Tersedianya obat-obatan dan terapi dalam pengendalian PJK dan Hipertensi (input) |
□ Persentase kelengkapan jenis dan jumlah obat-obatan |
12. Terintegrasinya pelaksanaan promosi pencegahan PJK dan Hipertensi (proses) |
□ Jumlah kegiatan promosi pencegahan PJK dan hipertensi |
13. Terbentuknya jaringan kerja sama dengan berbagai institusi pendidikan, organisasi profesi dan masyarakat di bidang pelayanan PJK dan Hipertensi (input) |
□ Jumlah institusi pendidikan, organisasi profesi dan LSM yang terlibat dalam jaringan kerja sama |
14. Tersedianya pelayanan PJK dan Hipertensi berbasis masyarakat (input) |
□ Persentase Puskesmas yang menyediakan pelayanan PJK dan hipertensi |