PKMK FK-KMK UGM dan Pakar Membahas “Temuan Kejaksaan Terkait Potensi Fraud Dana JKN Oleh RS Swasta di Sumut”
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM pada 31 Agustus dengan DJSN, PERSI, BPJS Kesehatan, dan Ahli hukum pidana membahas “Temuan Kejaksaan Terkait Potensi Fraud Dana JKN Oleh RS Swasta di Sumut”. Ada Puti Aulia Rahma, Asih Eka Putri, Kuntjoro Adi Purjanto, Andi Ashar, dan Muhammad Luthfie Hakim.
DJSN, BPJS Kesehatan, dan komis IX telah melakukan kunjungan ke kejaksaan tinggi Sumatra Utara namun belum mendapatkan informasi resmi tentang pemberitaan adanya temuan potensi fraud oleh Intelijen Kejati Sumut di rumah sakit swasta di Medan pada (19/7/2019). Perwakilan DJSN mengungkapkan bahwa “DJSN sudah menyurati kejaksaan tinggi namun belum direspon, perlu informasi resmi tentang apa kejadian sebenarnya, siapa pelapor, apa yang dilaporkan, rangkaian proses pengumpulan data sehingga bisa menyimpulkan bahwa terjadi penipuan”.
Permenkes 36 tahun 2015 telah mengakomodir cara melakukan deteksi dan sanksi terkait fraud. Besar harapan kejaksaan tinggi melakukan langkah-langkah yang sudah ada diaturan. Aturan terkat fraud juga diterbitkan melalui BPJS Kesehatan dan Peraturan Presiden. Ibu Asih mengungkapkan bahwa masalah mendasar ada pada regulasi. Definisi fraud berbeda-beda antara Perpres 82 tahun 2018 dan Permenkes 36 tahun 2015. Perbedaan peraturan teknis bisa memunculkan pertentangan. Upaya yang telah dilakukan DJSN terkait fraud yaitu merumuskan peta jalan Pencegahan, Pendeteksian, dan Penindakan Kesalahan dan Kecurangan (P3K2) dalam SJSN mulai dari tatanan regulasi, tata kelola, proses, kapabilitas, informasi, komunikasi, dan edukasi.
Upaya pengendalian fraud telah dilakukan oleh berbagai pihak. Sebagai pengelola dana JKN, BPJS Kesehatan juga memiliki bidang anti fraud layanan kesehatan. BPJS Kesehatan melakukan proses verifikasi digital untuk mempermudah deteksi fraud, verifikasi pasca klaim, dan mendorong pembentukan tim pencegahan kecurangan bagi RS yang berkerjasama dengan BPJSK. PERSI dan KARS juga berkerjasama memastikan bahwa dalam dokumen tata kelola, RS memiliki tim anti fraud dan berjalan.
Potensi fraud yang dilakukan oleh 40 RS Swasta, kemungkinan yang terbukti melakukan fraud sebesar 7%. Data ini diungkapkan oleh Ibu Puti berdasarkan kaji banding dengan laporan program health care fraud and abuse control program report yang dimiliki oleh inspektorat jenderal kementrian Amerika Serikat. Potensi fraud yg diinvestigasi sekitar 15 ribuan kasus, yang terbukti fraud sekitar 7%. Maka dari 40 RS yang berpotensi fraud, hanya ada 3 RS yang terbukti fraud.
Ahli hukum pidana, pak Luthfie Hakim menyebutkan bahwa fraud cocok masuk dalam Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat:
“Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama enam tahun”
“Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang di palsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian”
Ada kesalahan dalam penyusunan regulasi yang menyatakan bahwa sanksi administratif tidak menghapus sanksi pidana, seharusnya apabila sanksi administratif sudah dijalankan, maka sanksi pidana berhenti. Ini tidak sesuai dengan pakem ilmu hukum pidana, ungkap pak Luthfie.
Disarikan oleh Eva Tirtabayu Hasri S.Kep.,MPH berdasarkan diskusi antara PKMK FK-KMK UGM dengan DJSN, PERSI, BPJS Kesehatan, dan Ahli hukum pidana pada 31 Agustus tahun 2019.