Peningkatan Kapasitas di Rumah Sakit: Efektivitas Strategi Respons dan Mitigasi
Departemen emergensi rumah sakit diharuskan untuk menstabilkan dan merawat pasien dengan cedera atau sakit yang membahayakan nyawa, tanpa memperdulikan dampaknya pada kinerja rumah sakit. Ketika kebutuhan dari insiden dengan penyebab multipel atau kejadian emergensi lain melebihi kapasitas, rumah sakit akan meningkatkan suplai layanan kesehatan dengan cepat, hal inilah yang disebut sebagai surge capacity. Kejadian seperti ini dapat terjadi setiap minggu, bahkan setiap hari , dimana departemen emergensi beroperasi mendekati atau melebihi kapasitas di waktu puncak dan ketika kejadian dengan penyebab multipel terjadi lebih sering. Rumah sakit akan memberikan surge capacity ketika utilisasi sumberdaya sedang dibutuhkan, dimana hal ini terjadi ketika ada kejadian disruptif atau ketika pasien datang dalam jumlah yang banyak.
Menurut pemerintah Amerika Serikat, surge capacity merupakan kunci dari kinerja rumah sakit dan pembuat kebijakan mensyaratkan rumah sakit untuk memiliki program persiapan yang mengikutsertakan surge capacity yang adekuat. Keputusan operasional yang terlibat dalam manajemen surge capacity dapat dilihat dalam kerangka konseptual yang lebih besar dari manajemen emergensi, yang meliputi 4 fase, yakni persiapan (preparation), response (response), pemulihan (recovery), dan mitigasi (mitigation). Dalam fase persiapan, rumah sakit akan membangun kapasitas dan mengidentifikasi sumberdaya yang dapat digunakan saat emergensi. Dalam fase respons, rumah sakit akan merespon emergensi dan mengontrol efek negatifnya. Pada fase pemulihan, rumah sakit akan melanjutkan operasional secara normal. Terakhir, di fase mitigasi, rumah sakit akan mengambil langkah untuk mengurangi keparahan dan dampak dari emergensi terhadap operasinya.
Dalam studi yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa rumah sakit yang diwawancarai mengenai fase respon dan fase mitigasi yang menjelaskan bagaimana cara membuat keputusan tentang surge capacity. Dua strategi yang dipelajari untuk meningkatkan surge capacity dalam fase repson dan fase mitigasi, yakni: (1) koordinasi keputusan pemulangan antara departemen emergensi dan unit rawat inap selama fase respon dan (2) manajemen kebutuhan eletif di unit rawat inap lewat penghalusan beban kerja selama fase mitigasi. Dalam model yang dibentuk dan disimulasikan untuk menghitung dampak dari kedua strategi surge capacity, didapatkan bahwa kedua strategi dapat meningkatkan surge capacity.
Surge Capacity dan Respon terhadap Insiden
Peninjauan literatur terhadap berbagai studi kualitatif dan kuantitatif menghasilkan beberapa kesimpulan yang direkomendasikan, seperti memberikan patokan surge capacity sebesar 20%-30% dari kapasitas normal rumah sakit, melakukan 5 tahap rencana pemulangan untuk pasien yang tersedia berdasarkan risiko konsekuensial kejadian medis, dan proporsi rawat inap substansial dapat dipulangkan ke fasilitas keperawatan untuk meningkatkan surge capacity.
Keputusan Pemulangan dan Mekanisme Koordinasi Alur pasien
Keputusan pemulangan memberikan dampak bagi rumah sakit untuk menerima pasien dari departemen emergensi. Bukti dari studi yang dilakukan oleh Shi et. al (2015) dan KC dan Terwiesh (2017) mendemonstrasikan bahwa rumah sakit yang memberlakukan aturan pemulangan secara aktif mampu menerima pasien lebih banyak. Kurangnya koordinasi dari unit rawat ini merupakan penyebab penuhnya departemen emergensi dan lamanya rawat inap di departemen emergensi dikaitkan dengan lamanya pasien dirawat inapkan, sehingga koordinasi pemulangan pasien antara departemen emergensi dan unit rawat inap dapat meningkatkan surge capacity. Mekanisme seperti mempekerjakan manajer penempatan bed dan kontrol bed tersentralisasi, hingga sistem informasi real-time dan memperkirakan permintaan dapat digunakan.
Ketersediaan Bed Rawat Inap dan Mekanisme Penghalusan Beban Kerja
Usaha untuk memperhalus beban kerja rawat inap memerlukan 2 strategi, yakni admisi elektif dan optimisasi jadwal blok. Admisi elektif merupakan metode efektif untuk menurunkan variabilitas beban kerja rawat inap tanpa mengurangi volume keseluruhan. Ketika admisi yang terencana terlalu banyak, otomatis operasi yang direncanakan akan dijadwalkan ulang ke hari lain yang jumlah admisi terencana lebih rendah dibandingkan dengan biasanya. Implementasi admisi elektif terbukti dapat menurunkan luaran mutu yang tidak diharapkan, seperti diversi intensive care unit (ICU). Optimisasi jadwal blok pembedahan melibatkan 2 tahap yaitu memperkirakan penggunaan sumberdaya rawat inap post bedah dan informasi real time dan real space terkait ketersediaan kapasitas ruangan operasi. Prosedur penjadwalan blok terstandarisasi dapat mengurangi variasi kebutuhan bed rawat inap. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan Levine dan Dunn (2015) yang mengatur ulang 21% blok pembedahan dapat mengurangi okupansi puncak sebanyak 3% meski terdapat peningkatan 9% dari volume total.
Selengkapnya dapat diakses di: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8759806/