HARI PERTAMA
Senin, 28 September 2023
Pembukaan dan Pleno
Pertemuan dibuka secara resmi oleh Jeffery Braithwaite sebagai presiden ISQua, WangJunLee sebagai presiden KoSQua, Jung-Gu Kang sebagai presiden HIRA, dan Cho KyooHong sebagai Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan.
Jeffery Braithwaite mengucapkan selamat datang pada seluruh peserta ISQua. Jeffery dengan semangat menyampaikan bahwa jumlah peserta berasal dari 77 negara, 1608 peserta, lebih dari 290 pembicara, lebih dari 200 presentasi oral dan lebih dari 400 poster. ISQua merupakan konferensi bergengsi yang banyak diminati oleh pemerhati mutu pelayanan kesehatan, mulai dari klinisi, akademisi, peneliti dan lembaga akreditasi di seluruh dunia. Jika tertarik dengan mutu pelayanan kesehatan, maka pilihan mengikuti ISQUa adalah pilihan tepat karena ISQua memiliki keuntungan. Jeffery memaparkan keuntungan mengikuti ISQua, yaitu dapat mengakses banyak materi dari expert, berdiskusi banyak hal tentang quality improvement dan patient safety, membangun jejaring (networking) dengan orang dari seluruh dunia, dan beraksi untuk mentransformasi kesehatan dan menciptakan keamanan di seluruh dunia. Jeffery juga mengingatkan kepada peserta bahwa ISQua memiliki visi untuk menjadi pemimpin transformasi pelayanan kesehatan di seluruh dunia, dengan misi untuk menginspirasi dan meningkatkan keamanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Jeffery selaku presiden ISQua sangat bangga dan berterima kasih kepada semua peserta ISQua ke-39 di Korea Selatan.
Wang Jun Lee sebagai president of KoSQua dan chairman of myongji medical foundation menyambut peserta dengan kalimat semangat “ketika keadaan menjadi sulit, lihatlah orang-orang yang bekerja dengan anda, anda akan mendapatkan energi dari mereka”. WangJunLee merasa bahagia karena telah diberi kepercayaan untuk menjadi Co-Host oleh ISQua. Presiden KoSQua mengucapkan selamat datang sebagai tuan rumah dan juga mengajak kepada para peserta untuk menikmati keindahan Korea Selatan yang terkenal dengan K-POPnya. Jung-Gu Kang sebagai presiden HIRA dan Co-Host ISQua ke 39 mengucapkan selamat datang kepada seluruh peserta dari seluruh dunia. HIRA adalah salah satu lembaga yang berada dibawah Korea’s National Health Insurance (NHI). HIRA bertugas untuk membuat regulasi terkait harga, monitor harga dan tingkat kepuasan pasien, dan infrastruktur sistem digital NHI.
Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Korea Selatan membuka acara ISQua secara online melalui video, Cho KyooHong mengucapkan selamat atas diselenggarakannya ISQua ke-39 di Korea Selatan. ISQua merupakan komunitas internasional yang paling banyak diminati, fokus pada peningkatan mutu pelayanan dan keamanan pasien. Hari ini semua pakar berkumpul dari berbagai belahan dunia untuk berdiskusi tentang tindak lanjut peningkatan mutu. Dia mengatakan semoga acara ISQua berjalan dengan lancar.
Climate Change and Healthcare
Sesi pleno pertama dibawakan oleh H.E. Ban Ki-moon dari Korea Selatan, dia sebagai ketua yayasan Ban Ki Moon untuk masa depan yang lebih baik. Ban Ki membandingkan penanganan Covid-19 dan krisis Ebola, terjadi perbedaan yang mencolok karena para pemimpin global saling menyalahkan dibandingkan mengarahkan upaya untuk membatasi penyebaran virus. Akibatnya, wabah COVID-19 merenggut 7 juta jiwa dalam kurun waktu tiga tahun dan Ebola mengakibatkan korban jiwa sebanyak 11.000 orang.
Ban berharap para peserta yang berkumpul di konferensi bekerja sama memanfaatkan peran layanan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Ban memuji ISQua atas green papernya mengenai pelayanan kesehatan berkualitas tinggi dan ramah lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan anggota ISQua tentang ancaman terhadap kesehatan akibat perubahan iklim, dan solusi yang sesuai untuk mengatasinya dari perspektif peningkatan kualitas dan keselamatan pasien. Makalah ini bertujuan untuk menetapkan peran ISQua dalam menanggapi perubahan iklim sambil mengadvokasi intervensi ramah lingkungan untuk mentransformasi sistem kesehatan.
Pada konteks Indonesia, climate change menjadi salah satu urusan kementerian kehutanan dan lingkungan hidup (KLHK). Indonesia telah bekerjasama dengan negara lain seperti Inggris melakukan berbagai program untuk penanggulangan perubahan iklim. Aksi yang dilakukan oleh KLHK dapat diangkat di forum-forum nasional tentang mutu pelayanan kesehatan selayaknya forum ISQua atau Forum Mutu Nasional yang rutin diselenggarakan oleh Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN).
A QI Collaborative Enhancing Quality & Patient Safety in Resource-Challanged Obstetric Care Settings
Pembicara berasal dari Rumah Sakit Sree Renga India. Sesi membahas mengenai penerapan Safe Childbirth Checklist (SCC) yang diterbitkan oleh WHO. Pembicara menceritakan tentang peningkatan kualitas mutu pelayanan yang dilakukan melalui kolaborasi dengan RS lainnya di India.
Anurada Pichumani dan Pichumani Parthasarath mengawali pemaparan dengan hasil penelitian dari Lancet bahwa rendahnya mutu pelayanan kesehatan menjadi penyebab kematian terbanyak dibandingkan dengan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan. 3-6 juta kematian disebabkan karena akses dan 5 juta kematian disebabkan oleh kualitas pelayanan yang buruk. Salah satu tools yang digunakan untuk memastikan pelayanan diberikan dengan mutu yang baik yaitu SCC. SCC diberikan mulai dari admisi, sebelum operasi sesar, 1 jam setelah melahirkan, dan sebelum ibu & bayi dipulangkan.
RS Sree Renga terdiri dari 47 tempat tidur dan berada di pedesaan atau area rural. Butuh kolaborasi dengan instansi lain untuk memberikan pelayanan yang bermutu, sehingga Sree Renga mengimplementasikan proyek kolaborasi. Kolaborasi adalah menyatukan kelompok-kelompok praktisi dari organisasi pelayanan kesehatan yang berbeda untuk bekerja secara terstruktur dan untuk meningkatkan kualitas. Kolaborasi dilakukan untuk menutup kesenjangan.
Pembicara menyampaikan rekomendasi peningkatan mutu dan keamanan melalui kolaborasi agar dapat berjalan dengan baik, yaitu: 1) persiapan dan penetapan tujuan, hal yang perlu disiapkan antara lain menetapkan subjek dengan tepat, menentukan tujuan, menilai kapasitas, menentukan peran dari masing-masing tim, dan memastikan tim; 2) pelaksanaan kolaborasi, ditekankan pada pembelajaran timbal balik daripada mengajarkan, memotivasi dan memberdayakan tim, memastikan pengukuran dan pencapaian target, melengkapi dan mendukung tim dalam data dan mengubah tantangan; 3) setelah transisi kolaborasi, pelajari dan merencanakan kegiatan untuk mempertahankan perbaikan, libatkan pemimpin atau manajer, rencanakan untuk implementasi program kolaborasi pada program atau proyek lain.
Indonesia memiliki letak geografis yang berpulau dan masalah distribusi sumber daya. Manajemen proyek kolaborasi cocok diimplementasikan di Indonesia untuk memenuhi keterbatasan layanan fasilitas kesehatan. Kegiatan ini juga sudah dilakukan, salah satunya melalui proyek sister hospital pada masalah KIA. Untuk kedepannya, dapat dilakukan manajemen proyek kolaborasi dengan topik lainnya, seperti Jantung, nutrisi, dan sebagainya.
Improving The Quality and Safety of Health Care in Low and Middle-Income Countries. What Works!
Sesi sebelum lunch break ini menampilkan pembicara Salma Jaouni dari Health Care Accreditation Council (HCAC). Sesi ini membahas transformasi sistem kesehatan menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah dalam mengurangi angka kesakitan dan kematian. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien telah dilakukan oleh HCAH melalui akreditasi. HCAC merupakan organisasi nirlaba sektor swasta di Yordania yang fokus pada peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Layanan HCAC berupa akreditasi rumah sakit, akreditasi primary healthcare, akreditasi laboratorium, layanan konsultasi manajemen mutu, dan program peningkatan kapasitas melalui pelatihan.
HCAC telah berhasil meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di Yordania. Salma dalam presentasinya menyampaikan bahwa akreditasi saja tidak cukup untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, diperlukan regulasi yang kuat, pelatihan, keterlibatan pasien, biaya, tenaga kesehatan profesional dan lainnya. Diperlukan pengukuran mutu pelayanan kesehatan yang dikumpulkan melalui data pasien dan diukur melalui indikator. Target indikator perlu dibuat dari angka terendah sehingga setiap tahun selalu ada tantangan untuk mencapai indikator.
Yordania telah mencapai kemajuan besar dalam meningkatkan kesehatan penduduknya meskipun terdapat kendala yang berasal dari faktor ekonomi, sosial, dan sistem. Yordania memiliki jaringan layanan kesehatan yang sangat luas yang berfokus mengatasi tantangan kelengkapan layanan, ketersediaan sumber daya pelayanan kesehatan, dan pengukuran kualitas berkelanjutan dengan cakupan kesehatan universal.
Sesi ini penting bagi Indonesia yang baru memperbanyak lembaga akreditasi di tingkat pelayanan primer maupun rumah sakit. Lembaga akreditasi yang ada saat ini di Indonesia telah memberikan layanan seperti HCAC dalam bentuk pelatihan dan akreditasi, namun belum memberikan layanan konsultasi dan belum menjadikan pasien dalam mengukur mutu pelayanan kesehatan untuk menciptakan peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berkelanjutan.
Failure Mode & Effects Analysis: What Is It, and How Can We Apply It in Healthcare To Manage Risk?
Sesi disampaikan oleh Robyn Clay-Williams dari Australian Institute of Health Innovation dan Peter Hibbert dari Macquarie University dalam bentuk workshop. Peserta yang hadir sangat ramai sampai melebihi kapasitas ruangan. Sesi ini membahas salah satu tools yang digunakan untuk peningkatan mutu yaitu mengenai cara penggunaan FMEA. FMEA merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis kegagalan. Pelaksanaan FMEA mahal karena membutuhkan waktu, sumber daya, tim multidisiplin yang memiliki pengetahuan tentang proses yang dianalisis, membutuhkan profesional keselamatan & kualitas untuk memimpin dan mengarahkan. Tantangan dalam melakukan FMEA yaitu penentuan nilai skor kemungkinan, nilai skor deteksi, dan nilai skor tingkat keparahan yang mungkin tidak jelas karena penentuan skor ditekankan pada konsensus di antara tim. FMEA di Indonesia telah lama menjadi dokumen wajib yang dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan ketika melakukan manajemen risiko. Tantangan yang dihadapi tim penyusun FMEA sama dengan di tingkat global yaitu menentukan nilai skor. Upaya untuk menjawab tantangan adalah penguatan konsensus diantara tim.
People not Patients
Sesi ini merupakan sesi penutup untuk pertemuan hari I, menghadirkan dua pembicara. Helen Leonard memperkenalkan metode pengobatan realistis yang telah dilakukan pada Matthew putranya, dan Catherine Calderwood sebagai Professor of Innovation and Translational Research University of Strathclyde.
Catherine mengajak peserta ISQua untuk memahami “apa itu pasien”. Catherini dalam paparannya menyebutkan definisi pasien bahwa orang yang mampu menunggu dalam waktu lama atau menerima kesulitan tanpa rasa marah. Dalam pengertian tersebut disebutkan pasien adalah orang, sehingga kata yang cocok untuk menyebutkan pasien adalah orang. Tidak ada kata pasien bagi orang yang berkunjung ke fasilitas kesehatan.
Kondisi ini menggambarkan fenomena pelayanan kesehatan saat ini, mulai dari pasien menunggu memperoleh pelayanan kesehatan dalam waktu lama kemudian bertemu dengan dokter menyampaikan keluhannya dalam waktu singkat, dokter menjawab pertanyaan pasien juga secara singkat. Situasi ini cocok dengan hasil survei yang menyebutkan bahwa dokter menghabiskan waktu menjawab pertanyaan pasien 5%, dokter berbicara menghabiskan waktu 44% dan pasien berbicara menghabiskan waktu 24%.
Dalam konteks Indonesia, sesi ini dapat menjadi bahan diskusi yang menarik. Di Indonesia masih sering menggunakan istilah pasien BPJS Kesehatan dan pasien non BPJS Kesehatan saat melakukan registrasi secara online maupun offline. Mungkin istilah tersebut tidak bermakna mendalam bagi Anda, namun ternyata pembelajaran yang disampaikan oleh Helen Leonard dan Prof. Catherine dapat meningkatkan rasa percaya untuk sembuh karena nilai-nilai dasar sebagai manusia terakomodir. Saya teringat dengan cerita Prof. Adi Utarini MSC.,PhD saat beliau dirawat di salah satu rumah sakit, salah satu kegiatan harian beliau adalah menulis di buku diary, perawat dengan lembut dan telaten merawat Prof Uut, namun bukan hanya merawat fisiknya, perawat juga menanyakan hobi beliau. Saat itu, Prof. Uut merasa tidak dianggap sebagai pasien, namun dianggap sebagai orang. Langkah ini kecil, namun berdampak pada proses penyembuhan. Konferensi hari I ditutup tepat pada pukul 16.45 waktu setempat.
HARI KEDUA
Selasa 29 September 2023
Measurement at the health system level sharing the story of NCQA
Sesi pembukaan pleno hari II dibawakan oleh Eric Schneider dari National Committee for Quality Assurance. Sesi ini membahas perjalanan mutu pelayanan kesehatan di Amerika Serikat, strategi AS meningkatkan pelayanan kesehatan, dan inisiatif yang dilakukan oleh NCQA dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di AS Tahun 1990an, NCQA mempelopori pendekatan akreditasi dan pengukuran mutu yang banyak digunakan dalam program mutu dan pembayaran di AS dan secara global.
Upaya yang dilakukan NCQA dalam mencapai misinya “meningkatkan mutu pelayanan kesehatan” dengan cara melakukan inovasi-inovasi untuk membangun program akuntabilitas yang berkualitas. NCQA mengembangkan lembaga dengan inisiatif dan prinsip. Tiga inisiatif yang dilakukan oleh NCQA selaku lembaga akreditasi yang yang mempunyai misi meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, yaitu 1) pengukuran hasil yang berpusat pada orang; 2) akuntabilitas dan pengukuran yang berfokus pada ekuitas; dan 3) pengukuran kualitas melalui digitalisasi. Prinsip NCQA, yaitu: 1) menyelaraskan program sesuai dengan pelayanan saat ini; 2) melakukan pengukuran dan menghindari pelaporan yang bersifat retrospektif; dan 3) memanfaatkan data elektronik.
NCQA melakukan pendekatan pengukuran hasil berpusat pada pasien (person centered outcomes approach) dengan cara mengidentifikasi apa yang penting, mendokumentasikan dan mengukur tujuan capaian pelayanan, menyusun rencana untuk mencapai tujuan capaian pelayanan, menilai kembali tujuan capaian pelayanan sehingga menghasilkan progres dokumen capaian hasil pelayanan. Dokumentasi dan pengukuran di NCQA dilakukan melalui Patient Reported Outcome Measure (PROMs) dan Goal Attainment Scaling (GAS).
Tahun 2021, NCQA telah mengeluarkan standar akreditasi equity, hal ini dilakukan untuk menjawab masalah ketidakadilan pelayanan kesehatan yang parah di AS. Ada lima kategori standar NCQA: 1) program to Improve Social Risks and Address Social Needs, 2) collection and Analysis of Community and Individual Data, 3) Cross-Sector Partnerships and Engagement, 4) Data Management and Interoperability, dan 5) Referrals, Outcomes and Impact. Pengukuran equity di NCQA dilakukan melalui HEDIS. HEDIS memberikan transparansi pelayanan kesehatan, mempromosikan pendekatan inklusif, mengatasi potensi timbulnya risiko sosial, dan insentif melalui benchmarking dan performa. Informasi tentang profil NCQA dapat diakses pada link https://www.ncqa.org/about-ncqa/. Di Indonesia belum ada standar akreditasi kategori equity. Pembelajaran dari NCQA dapat dijadikan rujukan oleh kementerian kesehatan untuk merevisi regulasi standar akreditasi.
Translating Theory to Practice-How to Make Care Safer
Sesi ini disampaikan oleh Peter Lachman dari Ireland, Lead Faculty Quality Improvement and Technical Advisor Royal College of Physicians of Ireland. Dia juga penulis buku tentang keselamatan pasien. Dia menyampaikan sesi ini dalam bentuk workshop. Pada awal sesi, Peter meminta peserta untuk mengisi survey tantangan mengimplementasikan keselamatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Hasil jawaban peserta bahwa implementasi keselamatan merupakan tantangan terbesar dan industri tantangan terkecil.
Peter menyampaikan bahwa keselamatan merupakan situation awareness for everyone. Peter menyampaikan pendapat Erik Hollnagel bahwa keselamatan adalah kemampuan suatu sistem untuk mempertahankan kebutuhan dalam kondisi yang diharapkan dan tidak terduga, dan keselamatan merupakan semua hal yang kami lakukan setiap hari. Untuk menyampaikan keselamatan, tentunya harus ada pondasi, berupa data epidemiologi dan pengukuran, nilai dan budaya kepemimpinan, teori dan metode keselamatan pasien, dan ilmu implementasi dan peningkatan mutu. Keselamatan pasien harus dibudayakan, mulai dari yang awalnya kita lalai, kemudian reaktif, kalkulasi, proaktif melakukan mencegah dan antisipasi sampai dengan menjadi keselamatan sebagai budaya. Vincent mengusulkan kerangka kerja yang dapat memandu tim klinis dan organisasi pelayanan kesehatan dalam pengukuran dan pemantauan keselamatan. Materi lebih lanjut dapat diakses https://www.patientsafetyoxford.org.
Beberapa rumah sakit di Indonesia melakukan pengukuran dan monitoring keselamatan melalui instrumen survei keselamatan pasien dan indikator. Model kerangka kerja vincent dapat direplikasi di Indonesia. Namun kelemahan dari implementasi kerangka kerja ini yaitu susahnya mendapatkan data harm karena masih ada budaya menyalahkan.
Translating Resilience into Practise – Tools, Strategies and Experiences
Sesi ini disampaikan oleh empat narasumber, semua berasal dari perguruan tinggi. Louise ELLIS dari Macquarie University dan Cecilie Haraldseid-Driftland, Siri Wiig, HildaBø Lyng dari University of stavanger.
Sesi membahas tentang kapasitas yang dimiliki untuk mempertahankan ketahanan dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Ketahanan dalam pelayanan kesehatan merupakan kemampuan beradaptasi terhadap tantangan dan perubahan praktik sehari-hari pada tingkat sistem yang berbeda-beda dalam mempertahankan pelayanan yang bermutu tinggi. Ketahanan memerlukan pemahaman bagaimana sistem pelayanan kesehatan dapat beradaptasi terhadap tantangan dan perubahan di berbagai tingkat sistem untuk mempertahankan layanan berkualitas tinggi.
10 kapasitas yang harus dimiliki untuk ketahanan dalam fasilitas pelayanan kesehatan yaitu struktur, pembelajaran, keselarasan, koordinasi, kepemimpinan, kesadaran akan risiko, keterlibatan, kompetensi, fasilitator dan komunikasi. Semua kapasitas ketahanan saling bergantung satu sama lain, sehingga upaya ketahanan tidak boleh diarahkan untuk mencapai keberhasilan berdasarkan peningkatan satu kapasitas saja.
Defining Quality Standards for Teleconsultations in Primary Care
Pembicara ada dua orang, Joel Lehmann dari Switzerland dan Shalmali Radha Karnad dari Kenya. Sesi ini membahas tentang standar kualitas dan keamanan pelayanan telekonsultasi di layanan kesehatan primer, tantangan dan risiko telekonsultasi di pelayanan kesehatan primer.
Shalmali Radha Karnad merupakan Chief Medical Officer di HealthX Africa (HA), saat ini Kenya sedang mengembangkan standar nasional telemedicine. Pengembangan standar telah dimulai sejak Juni tahun 2022. Progres sampai saat ini, ada 8 bab dan 7 dimensi. Ada dimensi governance, service providers, patients, infrastructure, communication & technology, data security, ethics and confidentiality, dan implementation & M&E. Shalmali membagikan pengamalan mengembangkan standar telemedisin yang dapat dijadikan pembelajaran bagi penyedia layanan kesehatan dan lembaga akreditasi di tingkat primer antara lain kemampuan adaptasi terhadap kebutuhan dan trend saat ini seperti Artificial Intelligence (AI), standar telemedisin dari negara lain, kesinambungan antara regulasi, standar dan pedoman yang ada, menyelaraskan kebutuhan pemerintah dan donor, keterlibatan pemangku kepentingan, kejelasan dan konsistensi terhadap waktu dan tujuan.
HA menyediakan layanan telemedisin yaitu Integrated mobile application. Aplikasi ini menggunakan kekuatan teknologi digital untuk menjangkau setiap pengguna yang membutuhkan pelayanan kesehatan di tingkat primer, dapat diakses pengguna 24 jam tanpa batas waktu dan jarak. Integrated mobile application merupakan suatu aplikasi konsultasi yang menyediakan pelayanan promotif, preventif, dan kuratif, menyediakan layanan panggilan video, panggilan suara, atau obrolan langsung, melacak tanda-tanda vital, peringatan pengobatan, perjanjian bertemu tenaga kesehatan, dan lainnya.
Kehadiran telemedisin di Indonesia cocok digunakan untuk mengatasi maldistribusi tenaga kesehatan, kurangnya tenaga kesehatan, keterbatasan sarana prasarana, dan letak geografis. Pekerjaan rumah kita bersama yaitu menyusun regulasi dan standar mutu telemedisin di tingkat primer dan rumah sakit.
Joel Lehmann dari Switzerland, pembicara kedua dari EQUAM. EQUAM merupakan organisasi penyedia layanan kesehatan non profit yang mendukung peningkatan mutu pelayanan kesehatan di pelayanan kesehatan tingkat primer melalui akreditasi, survei pasien, dan inovasi. Sebelumnya di Switzerland tidak ada pedoman nasional penggunaan telemedisin, sehingga EQUAM melakukan literatur review, mereview informasi di URAC AS tentang standar akreditasi call centre dan telehealth, interview kualitatif, workshop dengan tenaga ahli, dan pilot study tahun 2021. EQUAM menghasilkan sembilan dimensi, yaitu aksesibilitas, kompetensi utama staf, manajemen pasien, keamanan pasien, kontinuitas, pelatihan manajemen sumber daya manusia, peningkatan kualitas yang berkelanjutan, keamanan dan privasi data. Akhir parapan, kedua narasumber meminta tanggapan kepada peserta ISQua ke-39 tentang standar mutu telemedisin dan mengajak peserta untuk bergabung di community of practice.
Person-Centered Care: An Imperative Across the Continuum of Care
Pembicara berasal dari Thailand, Somporn Kumphong fokus mendalami mutu pelayanan kesehatan dan akreditasi. Pembicara menceritakan tentang akreditasi pelayanan PCC yang diterbitkan oleh PLANETREE (planetree certification).
Definisi PCC terus berkembang berdasarkan kekhawatiran pasien dan literasi kesehatan. Tahun 2021 pengertian PCC fokus pada menghormati dan responsif terhadap kebutuhan dan nilai pasien dan memastikan nilai pasien terpenuhi (Institute of Medicine). Tahun 2017 pengertian PCC berkembang menjadi memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien dengan melibatkan pasien dan keluarga, pelayanan direncanakan, diberikan, dikelola dan terus ditingkatkan oleh penyedia layanan kesehatan melalui kolaborasi dengan pasien dan keluarga untuk memastikan tujuan, layanan kesehatan dan nilai-nilai pasien terpenuhi (National Academy of Medicine).
PLANETREE mengembangkan akreditasi PCC berdasarkan Framework Patient And Family Engaged-Care Dari National Academy Of Medicine. PLANETREE mengkoneksikan evidence based ke organisasi, mereka menyebutnya “certification drivers of excellence”. Ada 5 drivers yaitu: 1) Create organizational structures that promote engagement; 2) Connect values, strategies and action; 3) Implement practices that promote partnership; 4) Know what matters; 5) Use evidence to drive improvement. Drivers ini digunakan untuk meningkatkan mutu, loyalitas pasien, dan engagement dengan staf melalui pembelajaran yang berkelanjutan dari pasien. Baca lebih lanjut tentang framework pada link https://nam.edu. Lembaga akreditasi primer di Indonesia belum memiliki standar tentang sertifikasi pelayanan PCC. Pengalaman dari PLANETREE dapat dijadikan pembelajaran.
HARI KETIGA
Rabu 30 September 2023
konferensi dibuka dengan sesi pleno topik mengenai teknologi dan pelayanan kesehatan. Ada 2 pembicara, Prof Farah Magrabi dari universitas Macquarie (Professor of Biomedical and Health Informatics) dan Eyal Zimlichman dari Israel (Chief Innovation Officer and Chief Transformation Officer, Sheba Medical Centre). Kedua pembicara menceritakan tentang manfaat kecerdasan buatan atau yang dikenal Artificial Intelligence (AI) dalam meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kesehatan.
Prof Farah Magrabi menceritakan tentang manfaat AI untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam pelayanan kesehatan. Beberapa manfaat AI, yaitu memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, membantu SDM membuat keputusan, menggantikan keahlian manusia. Contoh implementasi AI dalam dunia kesehatan berupa identifikasi ritme jantung, menghitung volume paru-paru, melihat adanya lesi pada paru, melihat lobus paru.
Eyal Zimlichman mengawali paparannya dengan memaparkan tentang jumlah kejadian adverse events di rawat inap tahun 1991 sebanyak 3,7% (Harvard Medical Practice Study) sedangkan tahun 2023 sebanyak 23,6% (NEJM). Apa yang harus kita lakukan dengan tantangan ini? Eyal menjawab tantangan ini melalui penggunaan AI. Secara umum AI dapat meningkatkan mutu dan keselamatan pasien, meningkatkan outcome klinis, efisiensi, equity, dan pengalaman manusia.
Ada lebih dari 75 abstrak tentang bukti keberhasilan penggunaan AI dalam clinical evidence. AI berhasil menurunkan length of stay pada pasien rawat inap, rawat jalan, dan ICU, meningkatkan mutu. Manfaat AI lebih lanjut dapat membaca artikel the impact on clinical outcomes after 1 year of implementation of an artificial intelligence solution for detection in intracranial hemorrhage.
Secara umum risiko dan tantangan menggunakan AI yaitu kualitas dan ketersediaan data karena data yang salah berpotensi menimbulkan bias dan kesalahan pada saat membuat prediksi, integrasi dengan sistem yang telah ada, AI adalah bidang yang kompleks dan memerlukan keterampilan dan keahlian khusus, biaya mahal, serta pertimbangan etik dan hukum. Tantangan seperti kekurangan tenaga kesehatan dan kurangnya sumber daya dapat diatasi dengan AI.
Delegasi PKMK selanjutnya mengikuti sesi integrated care. Delegasi mendengar paparan implementasi integrated care pathways (ICP) dari klinik Armenian. Klinik Armenian terletak di Abovyan, melayani 7000 orang, memberikan pelayanan pada pasien swasta dan pemerintah (ditanggung negara). Pelayanan yang diberikan berupa kardiologi, endokrinologi, pemeriksaan laboratorium, USG, EKG, dan pemeriksaan lainnya.
ICP sebelumnya tidak pernah diterapkan di Abovyan, Pedro. J Saturno dari dari National Institute of Public Health, Mexico dan kawan-kawan berinisiatif mengimplementasikan ICP. Proyek ini dikerjakan sejak Bulan Februari tahun 2021 sampai Bulan Juli tahun 2023. Dia menceritakan 12 tahapan menerapkan ICP stroke iskemik di Klinik Armenian.
Pedro membagikan daftar pertanyaan yang dapat digunakan untuk membantu penyusunan ICP berupa:
1. Apa yang harus dilakukan
2. Bagaimana melakukannya
3. Siapa yang akan melakukannya
4. Kapan sebaiknya dilakukan
5. Dimana sebaiknya dilakukan
6. Apa potensi perbaikan
Secara konsep, penyusunan ICP tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Namun, perbedaannya terletak pada lama waktu. Penyusunan sampai tata laksana ICP di Indonesia tidak menghabiskan waktu sekitar 2 tahun lebih, mungkin butuh waktu sekitar 3 bulan. Seringkali penyusunan ICP di Indonesia tidak dilengkapi dengan uji coba.
Tepat tahun 2023, telah keluar Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor Hk.02.02/D/9737/2023 Tentang Penyelenggaraan Alur Klinis (Clinical Pathway) Di Rumah Sakit. ICP disebut juga di Indonesia dengan nama alur klinis/clinical pathway. Regulasi disusun atas kerjasama Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK UGM dengan Kemenkes. Tim PKMK yaitu Dr. dr. Hanevi Djasri MARS, FISQua dan Eva Tirtabayu Hasri S.Kep.,MPH. Pelaksanaan regulasi ini perlu dilengkapi pelatihan teknis.
Pengalaman Pedro dapat Klinik Armenian dapat digunakan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan primer di Indonesia karena ICP memiliki banyak manfaat, mulai dari efisiensi, efektifitas pelayanan, meningkatkan mutu, hingga meningkatkan kepuasan pasien.
Konferensi ditutup oleh Presiden ISQua
Sampai bertemu tahun depan di Turki.
Persiapkan hasil penelitian anda untuk dapat dipublikasikan pada pertemuan ini.
Berdasarkan sesi yang telah diikuti oleh delegasi PKMK, diusulkan rencana tindak lanjut untuk Indonesia, berupa:
- Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan akademisi, dan lembaga penyelenggara akreditasi di tingkat rumah sakit dan primer bersama-sama menyusun standar pelayanan equity.
- Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan akademisi, dan lembaga penyelenggara akreditasi di tingkat rumah sakit dan primer bersama-sama menyusun standar pelayanan Patient Centre Care (PCC).
- Lembaga penyelenggara akreditasi diharapkan selektif dan mampu menyediakan surveyor yang mempunyai kualitas yang sama
- Lembaga akreditasi secara inovatif dan berkelanjutan melakukan upaya peningkatan mutu standar akreditasi melalui survei ke masyarakat, review standar akreditasi dari negara lain, pengukuran dan monitor capaian standar akreditasi yang dicapai oleh fasilitas kesehatan, peka terhadap trend saat ini.
- Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan akademisi bekerja sama menyusun pedoman pelaksanaan telemedisin.
- Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan akademisi menyusun pedoman peningkatan mutu di Indonesia, berisi tools yang digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
- Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan akademisi menyusun pedoman peningkatan keselamatan pasien di Indonesia, berisi tools yang digunakan untuk meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
- Fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif memanfaatkan data dalam penggunaan artificial intelligence dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan efisiensi pelayanan di Indonesia.
- Fasilitas kesehatan aktif menggunakan pedoman dalam bentuk integrated care pathways (ICP)
- Fasilitas kesehatan aktif melakukan uji coba dan evaluasi penggunaan integrated care pathways (ICP)
Peluang kerjasama dan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Eva Tirtabayu Hasri selaku penulis
No. HP 0823-2433-2525