Indikator Kinerja Berbasis Bukti Untuk Pelayanan Primer Penyakit Asma: Modikasi Metode RAND Appropriateness
Penyakit asma adalah penyakit pernapasan kronis yang sangat umum. Di Kanada, sekitar 80% dari penyakit distres respiratori merupakan penyakit asma dan mempengaruhi 8,4% populasi. Terdapat kesepakatan umum bahwa asma adalah sebuah 'kondisi layanan rawat jalan yang sensitif’ (ambulatory care sensitive condition) dengan artian apabila manajemen rawat jalan pasien baik, maka akan menurunan angka rawat inap. Meskipun panduan manajemen sudah jelas, tetapi masih ada variasi mutu dalam pelayanan asma di tingkat primer sehingga muncul kebutuhan untuk mengidentifikasi strategi peningkatan mutu yang efektif untuk memastikan pelayanan yang diberikan bermutu tinggi dan aman. Di Kanada, sampai dengan penelitian yang dilakukan oleh To et al. (2010), belum ada indikator kinerja yang spesifik untuk manajemen penyakit pernapasan kronis. Indikator kinerja berbasis komunitas atau indikator mutu pelayanan dapat membantu mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dari pengembangan, diseminasi serta penggunaan pedoman klinis untuk manajemen asma. Tujuan dari penelitian To et al. (2010) adalah untuk mengembangkan indikator kinerja berbasis bukti yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas layanan komunitas dan layanan primer untuk penyakit asma, dengan mempertimbangkan karakteristik pasien.
Penelitian dilakukan di Kanada pada tahun 2008 menggunakan Metode RAND Appropriateness termodifikasi yang memiliki karakteristik teknik Delphi dan Nominal Group Techniques dan dideskripsikan sebagai satu-satunya metode sistematik yang mengkombinasikan antara opini para ahli dan bukti. Metode ini terdiri dari tinjauan literatur, penilaian awal indikator oleh panelis menggunakan survei yang dikirim melalui email, diikuti dengan pertemuan konsensus panel ahli secara langsung.
Lima ahli klinis melakukan tinjauan literatur sistematis dengan mengambil artikel peer-reviewed yang terbit pada tahun 19998-2008 pada Cochrane Database of Systematic Reviews, MEDLINE, EMBASE and CINAHL serta 5 pedoman manajemen asma nasional maupun global. Strategi pencarian artikel adalah dengan fokus pada pertanyaan “Apakah indikator kinerja asma yang saat ini diakui atau digunakan dalam pelayanan komunitas dan pelayanan primer?”. Terdapat lima domain kata kunci yang digunakan untuk mencerminkan mutu pelayanan primer penyakit asma yaitu akses terhadap pelayanan, efektivitas klinis, fokus kepada pasien, integrasi sistem dan koordinasi serta keselamatan pasien. Indikator kinerja spesifik untuk asma dikembangkan dan dibuat sebuah survei yang dikirimkan kepada 17 panel ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk meminta mereka menilai setiap indikator menggunakan 9 poin skala Likert. Distribusi persentase skor Likert dihasilkan dan diberikan kepada panelis sebelum pertemuan konsensus tatap muka. Pada pertemuan tersebut, mereka memberi peringkat terhadap semua indikator berdasarkan keandalan, validitas, ketersediaan, dan kelayakannya.
Dari hasil tinjauan literatur, terdapat 135 artikel teks lengkap dan lima pedoman yang memberikan bukti pendukung untuk indikator kinerja spesifik untuk asma dan digunakan untuk menghasilkan 45 indikator awal. Pada konferensi konsensus Delphi, berlangsung putaran kedua penetapan indikator oleh panel ahli. Hasil peringkat mengidentifikasi 15 indikator yang dipilih oleh setidaknya oleh 50% panelis. Berikut ini adalah 15 indikator yang terpilih sebagai indikator kinerja pelayanan primer penyakit asma:
Indikator-indikator diatas secara umum mengukur berbagai aspek pelayanan primer untuk asma yaitu pencegahan, promosi, chronic care, interaksi dengan pasien dan kolaborasi dengan berbagai sektor kesehatan. Terdapat dua kelebihan dalam studi ini yaitu: 1)Spesifik untuk asma dan dilakukannya analisis yang teliti terhadap literatur yang mendukung setiap indikator; dan 2)Panel ahli yang terdiri dari penyedia layanan kesehatan di berbagai setting yang melayani pasien dengan latar belakang sosiodemografi beragam. Meskipun beberapa indikator mutu asma telah diidentifikasi sebelumnya, hanya beberapa yang telah diuji kelayakannya pada situasi nyata. Para ahli dalam penelitian ini menyetujui bahwa banyak tantangan dalam implementasi indikator kinerja dalam layanan primer, terutama pada ketersediaan data dan kualitas data. Menangani masalah semacam itu tidak sederhana, karena kenyataannya bahwa di pelayanan primer seringkali sibuk, penuh sesak dengan pasien, dan dijalankan oleh staf yang prioritas bekerja untuk memenuhi kebutuhan pelayanan medis. Selain itu, ada tantangan potensi konfidensialitas dan biaya. Tetapi, lima belas indikator kunci yang direkomendasikan ini dapat digunakan menjadi dasar atau model metodologi untuk menentukan situasi terkini dari status kesehatan dan pelayanan asma saat ini. Indikator kinerja berfungsi dalam memberi informasi yang terstandar atas outcomes kesehatan penyakit asma dari waktu ke waktu dan untuk seluruh populasi. Indikator dapat dimasukkan ke dalam sistem surveilans longitudinal berbasis populasi untuk mendukung otoritas kesehatan regional dalam memonitor efektivitas dan dampak dari kebijakan dan program kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan pernapasan. Sebagai tambahan, indikator tersebut juga diharapkan berfungsi sebagai parameter standar dalam mengevaluasi program.
Di Indonesia sendiri belum ada indikator berbasis kinerja atau indikator mutu untuk pelayanan suatu penyakit spesifik yang diimplementasikan secara nasional walaupun sudah ada studi yang akan mengembangkan hal ini. Indikator mutu untuk pelayanan suatu penyakit, khususnya terhadap penyakit kronis, dapat menjadi salah satu alat untuk kendali mutu dan kendali biaya bagi penyedia layanan kesehatan khususnya di era JKN seperti saat ini. Selain itu, dengan adanya indikator mutu pelayanan yang spesifik terhadap suatu penyakit akan semakin meningkatkan outcome kesehatan bagi penderitanya.
Oleh : dr.Novika Handayani
Sumber : Teresa TO, et al. Evidence-based performance indicators of primary care for asthma: a modified RAND Appropriateness Method. International Journal for Quality in Health Care 2010; Volume 22, Number 6: pp. 476–485.