Pencegahan Kanker Serviks pada Daerah dengan Sumber Daya Kesehatan yang Terbatas
Kanker serviks menempati ranking kedua sebagai penyakit kanker yang paling banyak diderita oleh wanita di seluruh dunia, dan yang tidak kalah mengejutkan lebih dari 80% terjadi di negara berkembang. Hal ini sejalan dengan prediksi beberapa ahli diberbagai belahan dunia beberapa dekade belakangan bahwa tren penyakit tidak menular di negara berkembang akan semakin tinggi. Hal ini mengindikasikan adanya perubahan pola penyakit dari yang dulunya penyakit menular ke penyakit tidak menular.
Situasi ini bisa disebabkan karena perubahan gaya hidup dengan semakin berkembangnya industrialisasi dan teknologi yang mana merupakan suatu hal yang baik bahwa masyarakat di negara berkembang boleh dikatakan semakin maju. Namun hal ini juga bisa berarti tantangan baru, banyak negara berkembang masih kesulitan dengan penyakit tidak menular dan sekarang muncul "pendatang baru" yang pastinya akan membuat mereka lebih kesulitan. Salah satunya adalah meningkatnya health care cost karena penyakit tidak menular membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk perawatannya. Untuk itu pencegahan dan pendekatan berbasis kesehatan masyarakat sangat penting untuk menekan bertambahnya penyakit tidak menular.
Dalam salah satu review artikelnya, Scarinci et al. (2010) memaparkan pendekatan yang menarik dan mungkin bisa dipertimbangkan untuk pencegahan kanker serviks terutama untuk daerah dengan sumber daya kesehatan yang terbatas. Dalam artikel tersebut, Scarinci et al. (2010) memaparkan fenomena kanker serviks di Amerika Serikat yang mana lebih dari 60% terjadi pada kelompok minoritas (populasi Afrika-Amerika dan masyarakat miskin). Kelompok ini tidak memiliki akses yang baik pada pelayanan kesehatan (vaksin dan screening), ditambah lagi sebagai kelompok minoritas wanita pada kelompok ini merasa malu apabila menerima vaksin atau melakukan screening karena takut dianggap tidak bisa menjaga kesehatannya.
Scarinci et al. (2010) merekomendasikan 2 tindakan pencegahan yang dinilai efektif untuk mengatasi masalah ini, yakni :
- Pencegahan tingkat pertama dengan menyediakan vaksin untuk wanita berusia kurang dari 18 tahun.
- Pencegahan tingkat kedua dengan screening/deteksi dini untuk mengidentifikasi kejadian kanker sedini mungkin dan menentukan perawatan yang tepat untuk wanita usia 30 tahun ke atas.
Scarinci et al. (2010) berpendapat bahwa kedua pendekatan ini harus berfokus pada kelompok umur yang tepat sehingga perawatan yang diberikan akan tepat sasaran. Selain itu Scarinci et al. (2010) juga menekankan pentingnya community-based intervention untuk mengurangi ketimpangan dalam pencegahan kanker serviks. Sebuah studi kualitatif di negara bagian South Carolina menemukan bahwa kelompok minoritas lebih aktif berpartisipasi pada edukasi kanker serviks yang dilakukan oleh gereja setempat dibanding oleh organisasi lain.
Hal ini membuktikan pentingnya melibatkan organisasi kemasyarakatan untuk hasil yang lebih maksimal dalam mengedukasi masyarakat. Studi lain di negara bagian Alabama dan Mississippi menemukan adanya peningkatan angka screening untuk kanker payudara dan kanker serviks pada populasi wanita Afrika-Amerika dengan pendekatan Community-Based Participatory Research (CBPR) dan Empowerment Model dimana memanfaatkan komunitas setempat sebagai relawan/Community Health Workers (CHW).
Sudahkan kita mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah penyakit tidak menular ini?
Oleh: Stevie Ardianto Nappoe,
SKM-Master Student, The University of Alabama at Birmingham, Fulbright Scholar 2016
Scarinci, I. C., Garcia, F. A., Kobetz, E., Partridge, E. E., Brandt, H. M., Bell, M. C., Castle, P. E. (2010). Cervical Cancer Prevention: New Tools And Old Barriers. Cancer, 116(11), 2531-2542. doi:10.1002/cncr.25065
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2876205/pdf/nihms179540.pdf