Kemenkes Luncurkan Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia 2025–2030
DALAM rangka peringatan Hari Penglihatan Sedunia 2024, Kementerian Kesehatan bersama dengan para pemangku kepentingan menyelenggarakan acara diseminasi dan peluncuran Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030.
Peta jalan ini merupakan revisi dari Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan 2017–2030, dengan beberapa penyesuaian mengikuti perubahan target indikator global dan regional, serta transformasi sistem kesehatan di Indonesia.
Peta jalan ini akan menjadi panduan bagi upaya penanganan masalah kesehatan mata di Indonesia, dengan salah satu fokus utama adalah retinopati diabetika (RD).
RD merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling sering dijumpai dan penyebab gangguan penglihatan utama di dunia. Saat ini, RD merupakan masalah kesehatan mata prioritas di Indonesia karena mengakibatkan berbagai beban, yaitu beban penyakit, sosial, dan pembiayaan, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penderita diabetes.
Penyelesaian permasalahan RD di Indonesia memerlukan pendekatan berbagai dimensi dengan berbagai area kepakaran. Sejalan dengan hal tersebut, di dalam peta jalan ini telah diformulasikan target capaian untuk RD di Indonesia serta beberapa strategi, intervensi dan rencana operasional yang mencakup berbagai pilar sistem kesehatan.
“Kolaborasi pentahelix akan sangat diperlukan dalam mengatasi permasalahan kesehatan mata pada diabetes untuk dapat menggerakkan semua dimensi. Oleh karena itu, suatu bentuk konsorsium yang mempertemukan berbagai elemen mulai dari para ahli, pemangku kebijakan pusat dan daerah, peneliti, pelaksana sektor kesehatan publik dan swasta, serta masyarakat, memiliki peran sangat penting dalam mengoptimalkan kesehatan mata pada diabetes di Indonesia,” kata Guru Besar dan Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada Prof Muhammad Bayu Sasongko.
“Dengan semangat gotong royong, kita perlu bekerja sama untuk menjaga kesehatan penglihatan dan meningkatkan kualitas hidup jutaan penderita diabetes di Indonesia,” lanjutnya.
Konsorsium kesehatan mata diabetes ini akan merupakan suatu inisiatif dan juga bentuk komitmen untuk mengintegrasikan kegiatan promotif, preventif, skrining, deteksi dini, dan tatalaksana penyakit mata diabetes ke dalam strategi kesehatan nasional yang ditujukan untuk menurunkan beban gangguan penglihatan akibat diabetes yang terus meningkat di Indonesia.
Penyakit mata diabetik: permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia
Berbicara kepada media, Prof Bayu menjelaskan, RD adalah salah satu bentuk komplikasi diabetes, ketika kadar gula yang tinggi pada akhirnya mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah retina mata, terutama di jaringan-jaringan yang sensitif terhadap cahaya.
Kondisi ini dapat diderita siapapun yang menderita diabetes tipe 1 maupun 2, terutama mereka yang gula darahnya tidak terkontrol dan telah menderita diabetes dalam jangka waktu yang lama.
Pada awalnya, RD sering kali hanya menunjukkan gejala ringan atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Namun, apabila tidak ditangani, RD dapat menyebabkan kebutaan.
Oleh karena itu, penderita diabetes selalu disarankan untuk melakukan pemeriksaan mata rutin setidaknya satu kali dalam setahun meskipun tidak merasakan keluhan apapun pada mata.
Di Indonesia, RD menjadi sebuah permasalahan kesehatan masyarakat yang sangat penting, karena berdampak tidak hanya pada kualitas manajemen diabetes namun juga kualitas hidup, produktivitas kerja, dan meningkatnya beban layanan kesehatan secara keseluruhan.
Meskipun telah banyak kemajuan dalam hal skrining, diagnosis, dan pengobatan, 75% penderita diabetes masih belum mendapatkan skrining yang dibutuhkan untuk gangguan penglihatan akibat diabetes.
WHO menargetkan setidaknya 80% penderita diabetes di semua negara telah dilakukan skrining mata secara teratur.
Di dalam Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia 2025 – 2030, ditargetkan pada 2030 tidak hanya 80% penderita diabetes terskrining, namun juga setidaknya 60% individu diabetes dengan gangguan mata telah mendapatkan tatalaksana yang sesuai.
Kebijakan komprehensif untuk menurunkan beban Retinopati Diabetika
Meningkatnya jumlah penderita diabetes dengan usia lebih muda akan meningkatkan komplikasi diabetes di masa mendatang, termasuk peningkatan kasus RD yang mengancam penglihatan yang diperkirakan akan mencapai 5 juta orang pada 2025.
Jika tidak ditangani, penyakit ini akan menjadi beban bagi sistem kesehatan akibat kebutaan dan hilangnya produktivitas.
Estimasi beban pembiayaan total akibat RD diperkirakan akan meningkat menjadi Rp 138 triliun di tahun 2025 dari sebelumnya Rp38 triliun atau 2% dari total biaya kesehatan di 2017. Angka ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa mengesampingkan potensi meningkatnya beban RD sebagai konsekuensi meningkatnya kasus diabetes dan harus mengambil kebijakan kesehatan yang efektif dan komprehensif untuk mengidentifikasi, melibatkan, dan melakukan pemantauan berkelanjutan terhadap mereka yang berisiko terkena penyakit mata akibat diabetes.
Di dalam Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia 2025-2030, integrasi kegiatan promotif, preventif, skrining dan deteksi dini retinopati diabetika ke dalam kegiatan komunitas dan layanan kesehatan primer akan menjadi sangat penting dalam meningkatkan cakupan deteksi dini dan tatalaksana awal yang akhirnya dapat mengurangi beban gangguan penglihatan dan kebutaan pada pasien diabetes di Indonesia.
“Dengan menyatukan berbagai sektor, keahlian dan membentuk kemitraan baru di dalam suatu konsorsium dengan visi menurunkan beban RD di Indonesia, akan terbentuk model advokasi berbasis data, mobilisasi di tingkat masyarakat, serta meningkatkan keterlibatan di tingkat kebijakan untuk mendorong perubahan guna mencapai hasil yang signifikan sebelum 2030,” pungkas Prof Bayu. (Z-1)