Evaluasi RAN PRA 2020-2024: Pengendalian Resistensi Antimikroba Mencapai Hasil Positif
Masalah Antimicrobial Resistance (AMR) atau Resistansi Antimikroba yang semakin berkembang menimbulkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat dan hewan. AMR menyebabkan biaya pengobatan yang lebih tinggi dan membahayakan tujuan nasional untuk pengendalian penyakit serta ketahanan pangan.
Sebagai tanggapan, pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan nasional untuk pengendalian AMR melalui Peraturan Kemenko PMK No. 7/2021, yang membahas Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba (RAN PRA) 2020-2024 dengan mengadopsi pendekatan One Health. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) merilis hasil Monitoring dan Evaluasi (M&E) RAN PRA 2020-2024, di Jakarta, pada Selasa (3/9/2024).
Proses M&E yang komprehensif ini telah dilaksanakan melalui kerja sama erat dengan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan dengan dukungan dari Uni Eropa (UE), melalui serangkaian pertemuan dengan kelompok kerja gugus tugas pengendalian AMR yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kemenko PMK, R. Nunung Nuryartono, menyatakan bahwa pelaksanaan RAN PRA sampai sejauh ini mayoritas target indikator telah mencapai hasil yang positif dalam upaya pengendalian AMR. "Ini menunjukkan upaya signifikan dan berkelanjutan Indonesia dalam menangani AMR di sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan lingkungan melalui pendekatan One Health," ujar Nunung.
Menurut Deputi Nunung, pencapaian yang telah didapatkan ini sangat berarti mengingat tantangan kompleks dalam mencapai pengendalian AMR yang berkelanjutan dan komprehensif. "Hasil ini perlu di tingkatkan kembali, terutama pada pengendalian AMR pada sektor kesehatan. Secara umum pelaksanaan RAN PRA 2020-2024 telah mencerminkan komitmen kuat Indonesia untuk meningkatkan pengendalian AMR melalui langkah-langkah mitigasi terhadap risiko bahaya AMR dimasa mendatang," ujar Nunung.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, yang dalam hal ini diwakili oleh Direktur Kesehatan Hewan, Imron Suandy, menyoroti peran vital kesehatan hewan dalam strategi pengendalian AMR melalui pendekatan One Health. “Kemajuan dalam menangani AMR di kesehatan hewan adalah bukti dari upaya kepedulian kami dalam melindungi masyarakat secara berkelanjutan. Melalui penerapan regulasi dan kebijakan yang tegas, dengan dukungan sektor swasta, baik di industri obat hewan maupun industri perunggasan komersial, dapat mengakselerasi pencegahan penyebaran AMR dari hewan”, ujar Imron.
Imron menjelaskan bahwa ia menyaksikan bagaimana dampak regulasi pelarangan Antibiotic Growth Promoter (AGP) & colistin di peternakan unggas komersial, berpengaruh terhadap penurunan resistansi dan tingkat extended-spectrum beta-lactamases (ESBL) atau enzim yang menyebabkan bakteri kebal terhadap obat pembasmi bakteri (antibiotik) di peternakan. Hal ini didukung oleh kesadaran pihak industri untuk selalu memperbaiki praktik, terutama dalam hal mengurangi penggunaan antimikroba untuk profilaksis dan meningkatkan penerapan biosekuriti guna mencegah terjadinya infeksi. “Kemajuan ini menunjukkan komitmen kami dalam pengendalian AMR yang efektif dan menyoroti keberhasilan strategi komprehensif kami dalam kerangka One Health,” tambah Imron.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Dr. Azhar Jaya, mengakui kemajuan dan tantangan pengendalian AMR di sektor kesehatan manusia. “Meskipun kami telah membuat beberapa langkah maju dalam mengendalikan AMR, hasil ini menunjukkan beberapa area utama memerlukan perhatian lebih terfokus. Penurunan kasus ESBL dan penggunaan antimikroba yang rasional di fasilitas kesehatan belum mencapai target kami. Kami berkomitmen mengatasi tantangan ini melalui Strategi Nasional Pengendalian AMR untuk sektor kesehatan manusia yang baru diluncurkan, yang akan menjadi dasar bagi Rencana Aksi Nasional lintas sektoral kita berikutnya. Dengan memperkuat kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, kami bertujuan meningkatkan pengendalian AMR di Indonesia secara signifikan," kata Azhar.
Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste, Rajendra Aryal, memuji komitmen teguh Indonesia dalam melawan AMR secara berkelanjutan. “Hasil yang menjanjikan ini mencerminkan efektivitas pendekatan kolaboratif dalam kerangka One Health dan menekankan peran penting keterlibatan berkelanjutan dari semua pemangku kepentingan yang relevan dalam memajukan pengendalian AMR. FAO senang dapat mendukung upaya ini dan merayakan kemajuan negara menuju masa depan yang lebih aman dan sehat melalui manajemen AMR yang proaktif,” kata Aryal.
Perwakilan WHO untuk Indonesia, Dr. N. Paranietharan, menyoroti bahwa Strategi Nasional Pengendalian AMR untuk sektor kesehatan manusia yang baru diluncurkan akan memperkuat pendekatan One Health. “Strategi ini memperkuat komitmen Indonesia pada pendekatan kolaboratif, yang penting agar kita bisa secara efektif menangani ancaman AMR global. WHO mengapresiasi kepemimpinan Indonesia, dan akan terus berdedikasi mendukung upaya bersama ini,” kata Paranietharan.
Pertemuan ini juga menekankan tindakan inti semua pemangku kepentingan, termasuk memperkuat pengawasan nasional dan berbagi data AMR, memperluas pengendalian AMR dari tingkat pusat ke lokal dengan pedoman yang jelas, serta mengintegrasikan pengendalian AMR dalam rencana pembangunan nasional untuk mendorong langkah-langkah pengendalian yang efektif.