BPJS Kesehatan Defisit, RI Pilih Bailout Atau Kerek Iuran?
Jakarta, CNBC Indonesia - Defisit yang membelit penyedia perlindungan kesehatan terbesar di Indonesia ini tidak pernah habisnya.
Dari semenjak berdiri pada 1 Januari 2014, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus dirundung ketidaksesuaian antara penerimaan iuran dan pembayaran klaim.
Pada 2015, BPJS Kesehatan mengalami defisit sekitar Rp 5,85 triliun. Kemudian pada 2016 sekitar Rp 7 triliun. Lalu pada 2017 membesar menjadi Rp 9,75 triliun. Setiap tahunnya pula, pemerintah mengucurkan dana untuk menambal defisit tersebut.
Termasuk pula pada 2018, sejak Senin, 6 Agustus 2018, Presiden Joko Widodo langsung menggelar rapat dengan sejumlah menteri terkait untuk menyiapkan skema kucuran dana (bailout) langsung kepada BPJS Kesehatan.
Saat ini, pemerintah tengah menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap keuangan BPJS Kesehatan. Usai hasil pemeriksaan tersebut, Pemerintah akan menyiapkan dana untuk menambal defisit itu.
Pemerintah sepertinya tidak mempertimbangkan solusi lain selain menaikkan iuran. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan ada dana langsung dari APBN untuk menutup defisit. "Sebagian akan kita tutup dan akan kita tambahkan tapi kita lihat hitungannya masih sangat goyang," tuturnya.
Sekretaris Utama BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengemukakan lebih memilih untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan dari dana langsung dari APBN melalui Kementerian Keuangan, ketimbang menaikkan premi iuran atau pengurangan manfaat.
(roy)
Oleh: Gita Rossiana
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20180809101042-4-27702/bpjs-kesehatan-defisit-ri-pilih-bailout-atau-kerek-iuran