BPJS Kesehatan Jelaskan Soal Obat Kanker yang Kini Tak Lagi Dijamin
Jakarta - Badan Pengelola Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan memberi penjelasan mengenai obat Trastuzumab yang belakangan jadi perbincangan di media sosial. Obat untuk pengidap kanker payudara itu sejak 1 April 2018 tak lagi dijamin oleh BPJS Kesehatan.
"Terkait dengan tidak dijaminnya Obat Trastuzumab hal ini sudah sesuai dengan Keputusan Dewan Pertimbangan Klinis yang menyatakan bahwa obat Trastuzumab tidak memiliki dasar indikasi medis untuk digunakan bagi pasien kanker payudara metastatik walaupun dengan restriksi," ujar juru bicara BPJS Kesehatan Nopi Hidayat kepada Tempo, Rabu, 18 Juli 2018.
Keputusan pemberhentian jaminan atas Trastuzumab telah berlaku sejak 1 April 2018. Namun, kata Nopi, peserta Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat yang masih menjalani terapi obat Trastuzumab dengan peresepan protokol terapi obat sebelum tanggal tersebut akan tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Nopi mengatakan dikeluarkannya obat Trastuzumab dari paket Manfaat Program JKN-KIS sebenarnya tidak akan menghambat akses pengobatan kanker payudara bagi Peserta JKN-KIS. Sebab, menurut dia, masih banyak pilihan obat lain yang tercantum di dalam Formularium Nasional. "Dokter penanggung jawab pasien akan memilih obat untuk terapi kanker payudara pasien sesuai dengan pertimbangan kondisi klinis pasien," kata Nopi.
BPJS Kesehatan menegaskan komitmennya untuk memastikan peserta JKN-KIS memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan medis dan efektivitas pelayanan. Nopi pun memastikan bahwa dalam penjaminan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan termasuk dengan Kementerian Kesehatan, Dewan Pertimbangan Klinis, dan Tim Kendali Mutu dan Biaya.
Sebelumnya, seorang pasien kanker payudara, Juniarti Tanjung, mengeluhkan tidak dijaminnya Trastuzumab oleh BPJS Kesehatan. Padahal, obat itu sangat dibutuhkan untuk pengobatannya.
Suami Juniarti, Edy Haryadi, mengisahkan istrinya mengenal obat itu setelah divonis menderita kanker payudara HER2 positif, metastasis, dan berada di stadium 3 B. Juniarti disarankan menjalani kemoterapi. Dokter pun meresepkan tiga obat kemoterapi dan satu obat yang tergolong terapi target untuk pengobatan kanker payudara HER2 positif, yaitu trastuzumab.
Namun, apoteker Rumah Sakit Persahabatan menolak resep Juniarti untuk obat tersebut lantaran sejak 1 April 2018 obat trastuzumab dihentikan penjaminannya oleh BPJS Kesehatan. "Belakangan kami baru tahu penjaminan itu dihentikan BPJS atas dasar pertimbangan Dewan Pertimbangan Klinis BPJS yang menganggap obat itu tidak bermanfaat secara medis," ujar Edy.
Edy dan istrinya sempat berkomunikasi dengan pihak BPJS Kesehatan terkait kasusnya itu. Namun, hingga Juniarti menjalani kemoterapi pertama, obat tersebut masih belum diperolehnya.
Saat itu, Edy ditelepon kembali oleh pihak BPJS yang mengatakan bahwa kasus Juniarti tengah diproses. Namun, Edy merasa dalam proses tersebut, BPJS justru terkesan mengaudit dokter di RS Persahabatan yang memberi resep obat tersebut. tak dapat kejelasan, Edy pun mendesak ihwal permintaan jaminan obat itu.
"Ketika saya desak lagi, dia mengatakan direksi BPJS tidak akan menjamin. Karena direksi BPJS percaya masih ada 22 obat kanker di luar trastuzumab," ujar Edy. "Tapi BPJS Kesehatan tidak pernah menyebutkan obat apa di luar trastuzumab yang telah terbukti secara ilmiah, medis dan empiris memperpanjang usia penderita kanker payudara HER2 positif."